Assalamualaikum Wr.Wb.
Alhamdulillah puji syukur atas rahmat dan hidayah Allah SWT tim Cendekia dengan susah payah dapat menghadirkan majalah ilmiah populer ini dengan edisi ke28.
Dalam edisi kali ini kami membahas tentang nasionalisme dikalangan remaja yang saat ini mengalami gonjang ganjing, dalam edisi kali ini kami banyak membahas tentang Pancasila yang menjadi dasar negara kita.
Eh, sebelum majalah ini terbit kita udah planning untuk wawancara ama Gubernur Jogja (hayo tebak siapa…), Syafi’I Maarif (mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah), MH Ainun Najib dan Muchson (Dosen UNY), nah dari beberapa orang tersebut ternyata cuma Pak Muchson yang bisa kami wawancarai (hiks…hiks) yah perjuangan belum berakhir, semoga di edisi berikutnya kami bisa menyuguhkan isi yang lebih baik .
Siang itu, tim cendekia pergi ke keraton, eh keratonnya terkunci gerbangnya, terus kita tanya ma petugasnya “Oh Mbak disana, kiri jam gedhe itu lho!,” ya, kemudian kami kesana, kami bertanya ma ibu-ibu petugas, “Bu, apa benar kalau wawancara Pak Sri Sultan janjiannya di sini?” ibunya menjawab, “Oh Mbak, ini tempat wisatanya, kalau wawancara mbaknya ke kepatihan aja,” wuah kegembiraan kami menguap begitu saja.
Satu bulan sesudahnya (karena anak-anak sibuk mikirin ujian and redaksinya g tanggung jawab, so diulur-ulur dech waktunya) kami ke Kepatihan, kami diterima di biro umum dan menunggu selama tiga hari. Akhirnya kami datang aja (waktu itu Woro n Liesna yang ke kepatihan) kami bertanya ama salah seorang petugas yang pakai batik, “Pak, dimana ya tempat sekdanya?” “oh itu mbak lurus disitu,” kami langsung ketemu petugas di sekda,”Ini mbak, kami dak kasihin ke pak Gubernur, silahkan mbak kestafnya saja, “oh ya makasih bu,” kami ke gedung satunya, setelah dekat ada bapak pakai seragam kaya’ security menghampiri kami,”ada perlu apa mbak?” “kami mo ketemu ma pak Budi kami dari Muga mau wawancara ma Pak Gubernur,”jawab kami. “udah di proses Mbak ?”tanyanya, “udah Pak,” jawab kami. “Mbak ke Protokol aja di seberang itu tanya disana,” kata petugas tersebut. “Oh ya Pak makasih,” akhhirnya kami ke protokol disana ada petugas dan kami bertanya , eh jawabannya, “ Mbak bukan disini tempatnya, mbaknya lebih baik kembali aja ke tempat tadi dan tanya disana,” jawabnya kalem.“Makasih bu,” kata kami. Akhirnya kami kembali lagi dan tanya ama bapak yang pakai seragam batik,”Pak kami dari muga mau ketemu pak Budi staf Gubernur,”kata kami. Bapak menatap kami dangan curiga n terheran-heran (emangnya kami alien?), “Mau apa ya?” tanyannya, ”kami mau tanya tentang wawancara kami ma pak gubernur,” jawab kami. Akhirnya bapak tadi telepon sama seseorang, telepon ditutup dan dia berkata ”Suratnya dah masuk ke Pak Gubernur, kalian tinggal menunggu saja, kalau beliau berkenan beliau akan telepon ke Muga,” katanya, akhirnya tanpa kepastian. Sampai detik ini pak Gubernur belum menelpon kami. Demikianlah sepenggal cerita kami, mungkin bisa dikasih judul ”susahnya nyari Pak Gubernur” he he. Masih banyak cerita hunter tokoh yang nggak bisa diceritakan disini, cerita lebih lanjut, hubungi tim Cendekia!Ok!
Majalah ini masih jauh aja dari kesempurnaan, jadi kami minta dengan segala kerendahan hati agar pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang membangun biar penerbitan Cendekia edisi berikutnya lebih sip. Terima kasih, selamat membaca dan tunggu edisi berikutnya, Ciao.
Wassalamualaikum Wr.Wb.
Alhamdulillah puji syukur atas rahmat dan hidayah Allah SWT tim Cendekia dengan susah payah dapat menghadirkan majalah ilmiah populer ini dengan edisi ke28.
Dalam edisi kali ini kami membahas tentang nasionalisme dikalangan remaja yang saat ini mengalami gonjang ganjing, dalam edisi kali ini kami banyak membahas tentang Pancasila yang menjadi dasar negara kita.
Eh, sebelum majalah ini terbit kita udah planning untuk wawancara ama Gubernur Jogja (hayo tebak siapa…), Syafi’I Maarif (mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah), MH Ainun Najib dan Muchson (Dosen UNY), nah dari beberapa orang tersebut ternyata cuma Pak Muchson yang bisa kami wawancarai (hiks…hiks) yah perjuangan belum berakhir, semoga di edisi berikutnya kami bisa menyuguhkan isi yang lebih baik .
Siang itu, tim cendekia pergi ke keraton, eh keratonnya terkunci gerbangnya, terus kita tanya ma petugasnya “Oh Mbak disana, kiri jam gedhe itu lho!,” ya, kemudian kami kesana, kami bertanya ma ibu-ibu petugas, “Bu, apa benar kalau wawancara Pak Sri Sultan janjiannya di sini?” ibunya menjawab, “Oh Mbak, ini tempat wisatanya, kalau wawancara mbaknya ke kepatihan aja,” wuah kegembiraan kami menguap begitu saja.
Satu bulan sesudahnya (karena anak-anak sibuk mikirin ujian and redaksinya g tanggung jawab, so diulur-ulur dech waktunya) kami ke Kepatihan, kami diterima di biro umum dan menunggu selama tiga hari. Akhirnya kami datang aja (waktu itu Woro n Liesna yang ke kepatihan) kami bertanya ama salah seorang petugas yang pakai batik, “Pak, dimana ya tempat sekdanya?” “oh itu mbak lurus disitu,” kami langsung ketemu petugas di sekda,”Ini mbak, kami dak kasihin ke pak Gubernur, silahkan mbak kestafnya saja, “oh ya makasih bu,” kami ke gedung satunya, setelah dekat ada bapak pakai seragam kaya’ security menghampiri kami,”ada perlu apa mbak?” “kami mo ketemu ma pak Budi kami dari Muga mau wawancara ma Pak Gubernur,”jawab kami. “udah di proses Mbak ?”tanyanya, “udah Pak,” jawab kami. “Mbak ke Protokol aja di seberang itu tanya disana,” kata petugas tersebut. “Oh ya Pak makasih,” akhhirnya kami ke protokol disana ada petugas dan kami bertanya , eh jawabannya, “ Mbak bukan disini tempatnya, mbaknya lebih baik kembali aja ke tempat tadi dan tanya disana,” jawabnya kalem.“Makasih bu,” kata kami. Akhirnya kami kembali lagi dan tanya ama bapak yang pakai seragam batik,”Pak kami dari muga mau ketemu pak Budi staf Gubernur,”kata kami. Bapak menatap kami dangan curiga n terheran-heran (emangnya kami alien?), “Mau apa ya?” tanyannya, ”kami mau tanya tentang wawancara kami ma pak gubernur,” jawab kami. Akhirnya bapak tadi telepon sama seseorang, telepon ditutup dan dia berkata ”Suratnya dah masuk ke Pak Gubernur, kalian tinggal menunggu saja, kalau beliau berkenan beliau akan telepon ke Muga,” katanya, akhirnya tanpa kepastian. Sampai detik ini pak Gubernur belum menelpon kami. Demikianlah sepenggal cerita kami, mungkin bisa dikasih judul ”susahnya nyari Pak Gubernur” he he. Masih banyak cerita hunter tokoh yang nggak bisa diceritakan disini, cerita lebih lanjut, hubungi tim Cendekia!Ok!
Majalah ini masih jauh aja dari kesempurnaan, jadi kami minta dengan segala kerendahan hati agar pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang membangun biar penerbitan Cendekia edisi berikutnya lebih sip. Terima kasih, selamat membaca dan tunggu edisi berikutnya, Ciao.
Wassalamualaikum Wr.Wb.
No comments:
Post a Comment