Cendekia Online

Friday, September 01, 2006

SALAM REDAKSI

Assalamualaikum Wr.Wb.

Alhamdulillah puji syukur atas rahmat dan hidayah Allah SWT tim Cendekia dengan susah payah dapat menghadirkan majalah ilmiah populer ini dengan edisi ke28.
Dalam edisi kali ini kami membahas tentang nasionalisme dikalangan remaja yang saat ini mengalami gonjang ganjing, dalam edisi kali ini kami banyak membahas tentang Pancasila yang menjadi dasar negara kita.
Eh, sebelum majalah ini terbit kita udah planning untuk wawancara ama Gubernur Jogja (hayo tebak siapa…), Syafi’I Maarif (mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah), MH Ainun Najib dan Muchson (Dosen UNY), nah dari beberapa orang tersebut ternyata cuma Pak Muchson yang bisa kami wawancarai (hiks…hiks) yah perjuangan belum berakhir, semoga di edisi berikutnya kami bisa menyuguhkan isi yang lebih baik .
Siang itu, tim cendekia pergi ke keraton, eh keratonnya terkunci gerbangnya, terus kita tanya ma petugasnya “Oh Mbak disana, kiri jam gedhe itu lho!,” ya, kemudian kami kesana, kami bertanya ma ibu-ibu petugas, “Bu, apa benar kalau wawancara Pak Sri Sultan janjiannya di sini?” ibunya menjawab, “Oh Mbak, ini tempat wisatanya, kalau wawancara mbaknya ke kepatihan aja,” wuah kegembiraan kami menguap begitu saja.
Satu bulan sesudahnya (karena anak-anak sibuk mikirin ujian and redaksinya g tanggung jawab, so diulur-ulur dech waktunya) kami ke Kepatihan, kami diterima di biro umum dan menunggu selama tiga hari. Akhirnya kami datang aja (waktu itu Woro n Liesna yang ke kepatihan) kami bertanya ama salah seorang petugas yang pakai batik, “Pak, dimana ya tempat sekdanya?” “oh itu mbak lurus disitu,” kami langsung ketemu petugas di sekda,”Ini mbak, kami dak kasihin ke pak Gubernur, silahkan mbak kestafnya saja, “oh ya makasih bu,” kami ke gedung satunya, setelah dekat ada bapak pakai seragam kaya’ security menghampiri kami,”ada perlu apa mbak?” “kami mo ketemu ma pak Budi kami dari Muga mau wawancara ma Pak Gubernur,”jawab kami. “udah di proses Mbak ?”tanyanya, “udah Pak,” jawab kami. “Mbak ke Protokol aja di seberang itu tanya disana,” kata petugas tersebut. “Oh ya Pak makasih,” akhhirnya kami ke protokol disana ada petugas dan kami bertanya , eh jawabannya, “ Mbak bukan disini tempatnya, mbaknya lebih baik kembali aja ke tempat tadi dan tanya disana,” jawabnya kalem.“Makasih bu,” kata kami. Akhirnya kami kembali lagi dan tanya ama bapak yang pakai seragam batik,”Pak kami dari muga mau ketemu pak Budi staf Gubernur,”kata kami. Bapak menatap kami dangan curiga n terheran-heran (emangnya kami alien?), “Mau apa ya?” tanyannya, ”kami mau tanya tentang wawancara kami ma pak gubernur,” jawab kami. Akhirnya bapak tadi telepon sama seseorang, telepon ditutup dan dia berkata ”Suratnya dah masuk ke Pak Gubernur, kalian tinggal menunggu saja, kalau beliau berkenan beliau akan telepon ke Muga,” katanya, akhirnya tanpa kepastian. Sampai detik ini pak Gubernur belum menelpon kami. Demikianlah sepenggal cerita kami, mungkin bisa dikasih judul ”susahnya nyari Pak Gubernur” he he. Masih banyak cerita hunter tokoh yang nggak bisa diceritakan disini, cerita lebih lanjut, hubungi tim Cendekia!Ok!
Majalah ini masih jauh aja dari kesempurnaan, jadi kami minta dengan segala kerendahan hati agar pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang membangun biar penerbitan Cendekia edisi berikutnya lebih sip. Terima kasih, selamat membaca dan tunggu edisi berikutnya, Ciao.

Wassalamualaikum Wr.Wb.

Wednesday, August 30, 2006

SUSUNAN REDAKSI

Penasehat : PLh. Kepala Sekolah SMA Muhammadiyah 3 Yogyakarta; Pengarah Teknis : Hanafi E. Utoyo; Penanggungjawab : Muhammad Rijaal; Pimpinan Redaksi : Liesna Eka Noviani; Sekretaris / bendahara : Vivi Leona Amelia; Dewan Redaksi : Dewanti Kusumo, Ari Setiawan, Donna Rachmawati, Nurrohmah Dwi Mahesti, Ratih Hartanti, Donni Nugrahawati, Intan Woro Prawesti, Zen Ahmad Yusuf; Wartawan : Arya Budi, Rini Widayasih, Ikrar Aditya; Promosi Iklan dan Komputasi : Fatuz Zaman, Jhondan Muchtar Elyas
Lay Out dan Cetak : Fathuz Zaman
Sekretariat redaksi :
Jln. Kaptn. P. Tendean 58 Yogyakarta 55252
Tlpn (0274) 376901
Email : lpm_muga@yahoo.com

Redaksi menerima kiriman naskah dengan tetap mempertahankan isi dari makna tulisan. Kirimkan semua artikel anda melalui surat atau email yang tertera di atas.

IFTITAH

REMAJA ISLAM DAN PANCASILA

Usai orde baru tumbang, tiba-tiba saja kata-kata Pancasila lenyap begitu saja tertelan bumi tanpa bekas, tak secuil pun orang meneriakkan bahkan membisikkan tentang Pancasila yang dulu digeser dan digembar-gemborkan bahkan “sedikit pemaksaan” untuk diamalkan sebagai pedomanhidup seorang yang berbangsa Indonesia
Setiap orde kekuasaan memang punya cara rasa tersendiri dalam “mengindoktrinasi” remaja Islam dan Pancasila, rakyatnya, agar tidak hanya memahami tapi juga menjiwai dan mengamalkan dasar Negara Pancasia yang konon sebagai perekat, pemersatu dan digali dari kepribadian bangsa Indonesia ini seperti saat era Bung Karno dengan menggerolakan rakyatnya melalui pidato-pidato akbar yang memukau dan mencengangka disertai dengan pawai yang gegap gempita untuk menunjukkan sebagi jiwa-jiwa Pancasilais. Waktu jaman Pak Harto ditanamkan melalui pendidikan sekolah yang sistematis, seperti pelajaran PMP maupun pendidikan masyarakat melalui P4 disertai penyuluhan-penyuluhan yang tak henti-hentinya melalui radio dan TVRI dengan logunya “Menjalin Persatuan dan Kesatuan’.
Ini sepertinya runtuh begitu saja, atau mungkin megap-megap (mencari cara yang tepat Menggelindingkan pengalaman Pancasila bagi rakyatnya dengan teknologi Informasi). Ini merupakan tantangan bagi kita bersama dalam mengarungi zaman informasi yang salah-salah bangsa kita jadi bangsa Internasional bukan bangsa yang berjati diri Pancasila.
Sebenarnya, bagaimana bangsa yang berjatidiri Pancasila? Dan bagaimana juga umat Islam yang merupakan penduduk terbanyak yang merupakan potensi yang dahsyat bagi Negara menafsirkan Pancasila sebagai kepribadiannya? HAMKA (Haji Abdul Malik Karim Amrullah) seorang ulama yang juga sastrawan berpandangan bahwa seorang muslim yang benar-benar takwa kepada Allah SWT merupakan seorang yang Pancasilais. Hal ini juga digaris bawahi oleh AM Fatwa (sekarng salah satu pimpinan PAN (Partai Amanat Nasional)) saat dipenjara karena dianggap merong-rong kewibawaan pemerintah berteriak dengan lantang “justru karena saya seorang Islam, maka saya seorang Pancasilais”. Ini adalah secuil fakta bahwa Pancasila tidak dapat tegak atau tidak dapat sakti tanpa adanya masyarakat itu beragama dengan baik.
Memang, Islam dan Pancasila suatu dua muka mata uang yang tal terpisahkan, bukan berarti Pancasila sama dengan Pancasila atau Islam sama dengan Pancasila. Namun secara legal histories munculnya Pancasila bersama substansinya tidak akan lepas dari perjuangan dan toleransi seluruh umat Islam agar Indonesia menjadi satu kesatuan yang utuh. Dasar Negara Pancasila tidak dapat secara begitu saja terlepas dari “way of life” masyarakatnya yang telah punya kepercayaan pada Tuhan melalui keyakinan dalam beragama, namun juga harus disadari pula agama atau Islam tidak dapat secara dominasi mayoritas Mengklaim dasar Negara harus sesuai dengan keyakinan umat Islam, yang merupakan rahmatan lil ‘alamin. Tentu sebagai umat Islam berkeyakinan bahwa Islam sebagai agama yang benar-benar sempurna Ali-Imron ayat 19 yang artinya “Sesungguhnya agama disisi Allah adalah Islam…...”. Maka dari keyakinan inilah kemudian diperjuangkan agar menjadi landasan dalam berbangsa dan bernegara.
Namun, sekuat-kuatnya umat Islam ini memperjuangkannya, ternyata Allah menghendaki lain. Dalam Surat Ar-Ra’du ayat 11 yang artinya “…. Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri ….”. Seperti ayat tersebut Allah menghendaki lain agar kita lebih ikhlas dan legowo berbhineka tunggal ika.
Oleh karena itu, bagi kita remaja Islam yang kini terombang ambing antara pengaruh teknologi informasi dengan budaya populis, hedonis dan budaya lain yang begitu saja hadir dan tak terasa tanpa sadar telah merasuki gaya hidup kita. Disisi lain, indoktrinasi pengamalan Pancasila yang sekarang ini semakin kering dan semakin kabur (walaupun indotrinasi itu perlu dipertanyakan keampuhannya dalam pengalaman sehari-hari pada mental Pancasilais mental Pancasilais, penguasa pemerintah maupun rakyat apalagi remaja Islam), maka haruslah disadari adanya persepsi ulang tentang bagaimana remaja Islam secara jujur dan terbuka mengakui dan mengamalkan penuh dengan semangat untuk benar-benar mewujudkan bahwa karena saya sebagai unat Islam maka saya menjadi manusia Pancasilais. (Liesna)

AKTUALITA

PANCASILA DI MATA REMAJA
Dengan semakin gencarnya arus informasi, kebudayaan dari luar yang masuk ke dalam negara Indonesia semakin tak terbendung.Tak dapat dipungkiri akan mempengaruhi jiwa remaja bangsa ini. dalam rubrik aktualita Cendekia edisi 28 ini kami mencoba untuk menggali sejauh mana rasa pancasilainya para remaja khususnya pelajar kita yang sedang bergulat dengan arus itu. Pembaca dapat menelusurinya melalui hasil wawancara kami dengan beberapa pelajar Yogya tentang rasa Pancasilais, juga hasil penelitian terhadap siswa Muga tentang pemahaman mereka terhadap Pancasila. Dan tidak ketinggalan hasil wawancara dengan Pak Muchson, beliau merupakan dosen Filsafat Pancasila UNY dan artikelnya Pak Hanafi
PERGUNJINGAN PANCASILA DIANTARA TOKOH
Dari keenam Presiden kita ternyata banyak juga penyelewengan Pancasila yang mereka loakukan, Pancasila yang merupakan dasar bag kehidupan berbangsa dan bernegara kita sepertinya tidak ditempatkan dengan semestinya. Ok! Kita sebagai pelajar Cuma bisa memandangi fenomena ini.
Presiden Suekarno yang notabene perumus idiologi Pancasila, ternyata juga tidak melaksanakan pancasila dengan konsekuen, terbukti dengan pembolehan PKI hidup di negara kita sehingga G30S PKI tak terelakkan. Dan itu merupakan pelanggaran pada sila pertama Pancasila “Ketuhanan Yang Maha Esa”, karena PKI adalah suatu ajaran berhaluan komunis. Kalian pasti tau khan apa itu komunis. Ya walaupun demikian dia merupakan tokoh yang banyak berjasa bagi kemerdekaan Indonesia, tanpa dia kemerdekaan tidak akan diploklamirkan pada tanggal 17 agustus 1945.
Ya, setelah kekuasaan orde lama tumbang, gantilah dengan kekuasaan bara yang sepertinya cocok dengan istilah keluar dari mulut harimau masuk ke lubang buaya, bagi rakyat Indonesia. Presiden yang berkuasa selama 33 tahun ini sebelumya merupakan Jendral yang dengan berani dan tegas memberantas PKI hingga PKI hilang di bumi pertiwi. Dalam pidato kenegaraannya Suharto pada tanggal 16 agustus 1967 menyatakan “Orde Baru lahir dan tumbuh sebagai reaksi dan untuk mengadakan koreksi total atas segala bentuk penyelewengan yang silakukan pada masa orse yang berkuasa pada waktu itu yang sekarang disebut orde lama.” Mengenai fungsi dan tujuan Orba dinyatakan “ mempertahankan, memurnikan wujud, dan memurnikan pelaksanaan Pancasila dan UUd 1945” memang bagus tujuannya, tapi didalam realita yang ada banyak terjadi pelecehan Pancasila seperti melakukan pembunuhan massal psada aksi penyerangan dan pendudukan rakyat Maubere tahun 1975 dengan korban lebih dari 200.000 jiwa, penculikan, pemberlakuan tembak ditempat pada setiap unjuk rasa untuk menuntut keadilan sosial dan hak asasi kemanusiaan dan memberlakukan peraturan dalam keadaan darurat, dan lain-lain. Ya, dibalik pembangunan yang maju ternyata tersimpan segudang pelecehan Pancasila.
Dengan turunnya rezim Suharto maka bergantilah kita dengan Pak Habibie, dialah presiden pertama kita yang berasal dari golongan IPA. Presiden yang satu ini melepaskan bumi Timor-timor dari negara kita, ya pelanggaran sila ke3, persatuan Indonesia, memang dilihat dari segi ekonomi pelepasan negri Xanana Gusmao ini menguntungkan, karena sebagian besar dari APBN kita dikucurkan untuk wilayah tersebut. Ya, itulah Indonesia. Akghirnya Habibie pun lengser dengan diturunkan oleh MPR.
Ok! Indonesia masih berjalan, pemerintahan diganti dengan bapak yang berasal dari golonngan Intelektual muslim yaitu Bapak Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, walaupun cacat beliau merupakan tokoh yang cukup disegani, penulis masih ingat dalam sehari belau melakukan 2 kali memorandum bagi DPR. Padahal merandum tuh hanya utuk kepentingan yang mendesak, presiden ini berkuasa kurang lebih 3tahun, walaupun sing residen kita ini banyak meakukan kejutan-kejutan yang bisamembuat jantungan, seperti akan memblehkan Pki hidup lagi, a untung gak jadi ya.
Setelah Gus Dur turu jabatan presiden kita diganti dengan putri Bung Karno yaitu Bu Megawati Suekarno Putri. Presiden perempuan ini tidak begitu telihat eksistensiya, walaupun banyak aset negara yang dijual olehnya dengan dalih unuk membayar hutang negara. Ya, itulah presiden kita.
Nah presiden yang berkuasa saat ini adalah Bapak Susilo Bambang Yudhoyono yang biasa disingkat dengan SBY. Presiden yang berasal dari golongan militer ini dalam masa pemerintahannya banyak cobaan alam yang menimpa,seperti tsunami di Aceh, longsor,banjir bandag, dan masih banyak lagi. Dan semoga dikepemimpinan beliau mendatang BBM nggak naik lagi. Amin.
Ok! Setelah kami menceritakan presiden-presiden kita, kami akan menunjukkan beberapa hasil wawancara crew cendekia dengan pelajar di DIY mengenai presiden-presiden kita tersebut. Contohnya Puput, siswi SMP Negri 2 Gamping berpendapat bahwa zaman pak Harto lebih baik daripada zaman reformasi sekarang ini karena Pancasila pada waktu itu harus dipahami oleh pelajar, “ Sampai-sampai waktu aku SD dulu soal bahasa jawanya pun juga ada tentang Pancasila,” ungkapnya. Selain itu sekarang ini sepertinya pancasila sepertinya hilang begitu saja gembar-gembornya, kemana hilangnya ?
Beda lagi dengan penuturan Rini, siswi SMK Negri 7 Jogja ini merasa pemerintahan Pak Karno lebih baik karena tanpa dia Indonesia pasti nggak akan terploklamir pada tanggal 17 Agustus 1945. dialah pencetus Pancasila, dia juga yang membangun kompleks senayan yang segede itu, tapi dia juga menyayangkan sikap pak Karno dengan adanya PKI. Tapi manusia khan tempatnya lupa dan salah, jadi dimaklumin dah, tapi Pak Karno is the best lah!
Woro, pelajar yang berasal dari kasihan Bantul ini menyatakan dia nggak milih yang mana Presiden yang paling konsekuen terhadap pancasila. Karena manusia tuh pasti punya kesalahan, “jadi aku nggak milih siapa yang paling baik,” katanya.
Lain lagi dengan penuturan Eka, anak SMA yang tinggal di Sleman ini berpendapat bahwa semua pemerintahan tuh pasti ada kesalahan dan kebaikannya jadi dia maklum atas berbagai kesalahan tersebut, toh dia juga sebagai pelajar Cuma bisa menyampaikan aspirasi kepada pemerintah dan pelaksanaannya terserah pada mereka, dengan kenaikan BBM sekarang ini menimbulkan penurunan kualitas penduduk, mending yang dari golongan ekonomi atas nggak merasa danekonomi bawah dapat subsidi langsung tunai walaupun banyak yang salah sasaran, tapi lebih kasihan bagi yang berekonomi menengah, mereka bisa jadi orang kebawah alias miskin. Ya, itulah hidup, katanya.
Dari beberapa wawancara tersebut ada beberapa kesan yang tak peduli dengan pemerintahan sekarang dan enggan berkomentah lebih jauh tentang pelaksanaan Pancasila oleh Pemerintah beserta baik buruknya, dan semoga hasil wawancara ini bisa menjadi wacana agar kita bisa lebih baik dan menyadari manusia pasti ada kesalahannya (kalau nggak punya salah wajib dicurigai!) dan selamat merenung. (li32)
60% “RAGU” HAFAL PANCASILA
Ternyata siswa Muga banyak yang lupa-lupa ingat hafal lima sila dari Pancasila. Buktinya hasil survey tim Cendekia kita menunjukkan 60% yang demikian. Data lain mengenai tanggapan siswa kita tentang Pancasila itu tersaji dalam hasil penelitian di bawah ini
Pancasila yang rumusannya terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 adalah pandangan hidup bangsa Indonesia dan dasar Negara Republik Indonesia. Sebagai pandangan hidup, terwujudnya nilai-nilai Pancasila dalam hidup sehari-hari merupakan tujuan bagi seluruh kegiatan kita. Dengan arti dan peranan demikian, Pancasila sekaligus merupakan ukuran tingkah laku kita. Di samping itu, Pancasila juga memiliki peranan sebagai cerminan kepribadian bangsa Indonesia. Oleh karenanya apabila seseorang menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupannya, maka dapat dikatakan kepribadian orang tersebut dapat mencirikan kepribadian bangsa Indonesia.
Berkaitan dengan hal tersebut, tim Cendekia melakukan penelitian terhadap siswa Muga untuk mengetahui tingkat implementasi atau penerapan nilai-nilai Pancasila dikalangan siswa Muga. Cara mendapatkan datanya dengan menyebar angket secara acak sebanyak 150 angket kepada siswa kelas X, XI, dan XII. Angket itu kembali 145 buah dan setelah disortir yang layak dianalisa sebanyak 100 buah (lebih dari 10% jumlah siswa Muga seluruhnya). Berikut ini adalah hasil penelitian yang dilakukan tersebut :

Dari bagan di atas kita dapat mengetahui bagaimana penerapan nilai-nilai Pancasila dikalangan siswa Muga,miali dari pemahaman, sikap, dan tindakannya terhadap pancasila. Dari segi pemahaman siswa terhadap pancasila, tergolong cukup baik. Dari hasil yang didapat menunkukkan bahwa sebagian besar siswa paham arti pancasila. Namun yang masih memprihatinkan adalah mengenai sikap siswa terhadap pancasila. Pandangan siswa tentang pancasila sebagai hal yang biasa patut digaris bawah, mengingat pancasila adalah yang paling mendasar dalam hidup kita berbangsa dan bernegara. Pancasila merupakan fondasi dari suatu bangunan Negara Indonesia adalah hal yang pokok. Sebagaimana fondasi bangunan yang nyata, Pancasila juga memberi peranan penting bagi berdirinya Negara Indonesia yang mana bila suatu fondasi berubah, maka bangunan itu juga akan berubah. Melihat hal tersebut ada satu hal lagi yang harus kita perhatikan kembali yaitu mengenai adanya pandangan siswa yang mengatakan pancasila itu bisa diubah ataupun diganti, Pandangan tersebut harus sesegera mungkin dihilangkan, karena pancasila nerupakan bangunan Negara Indonesia yang jika dirubah berarti bangunan Negara kitapun berubah. .
Sementara dari segi pengamalan nilai-nilai pancasila masih dirasa kurang. Hal ini dapat dilihat dari data yang diperoleh yang menunjukkan 32% siswa hanya membacanya, dan 26% siswa menghafalkannya untuk tujuan tertentu, sedangkan siswa yang menyikapi pancasila dengan mengamalkan hanya sebanyak 42%. Jika prosentase tersebut kita proyeksikan dengan jumlah siswa Muga seluruhnya maka akan menunjukkan junlah yang kecil, bahkan tidak memenuhi dari separuh jumlah siswa Muga.
Dari uraian-uraian yang dibicarakan diatas, dapat kita ambil satu kesimpulan yang menuntun kita pada satu sikap yaitu mengenai tindak lanjut atau follow up untuk menyikjapi data-data di atas. Dengan demikian tidak perlu adanya salah-menyalahkan mengenai hasil data di atas. Yang terpenting adalah merencanakan pendidikan ideologi pancasila yang bertujuan menumbuhkan nasionalisme di kalangan siswa. Pendidikannya dapat dilakukan dengan berbagai cara dan melalui berbagai aspek. Dengan hal tersebut nantinya daharapkan dapat terwujud siswa yang benar-benar memiliki nasionalisme berdasarkan pancasila dan mencirikan kepribadian Indonesia. (Ari)
PENGALAMAN NOTHING !!

Dwiarini Puspita Sari XI IPA 1
Pancasila merupakan idiologi bangsa yang isi dan maknanya sangat dalam dan luhur.

Griffin Natassya XI A2
Pancasila kurang bisa menyerap di masyarakat, isinya terlalu perfect.

Reina XI IPA 1
Pancasila hanya sebagai formalitas Negara aja! Tapi buktinya?! Nothing! Pancasila mungkin untuk sekarang ini udah mulai luntur, tapi gimana caranya Pancasila itu berwarna lagi. Siapa yang bikin berwarna kalau bukan kita?

Iguh Sumarsono XI A1
Pancasila adalah lambang kepribadian bangsa Indonesia, dan kita sebagai warga Negara harus berusaha mengamalkannya.

Arini Rosadah XI IPA 1
Pancasila is very important.

Rini W. XI A1
Saat ini, banyaknya yang sudah tidak begitu peduli terhadap nilai-nilai Pancasila.

Ahmad Muhtar Jazuli
Lebih baik diubah dengan Al Qur’an dan Hadits.

Rahmad Santoso XC
Tidak relevan dengan Negara ini.

Rizqi Harvin Alfan XB
Tidak ada yang mesti diamalkan dari Pancasila.

Unnamed XII
Pancasila seharusnya diamalkan dan diterapkan tetapi kenyataannya hanya sebatas lambang yang harus dihafalkan.

Ikrar XIA1
Pancasila adalah setir, yang mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara.

Leni W. XI Sos 3
Harus dipertahankan dan dijunjung tinggi nilai dan norma-normanya.
SEBAGIAN SUDAH PANCASILA
Apa sih idielogi Pancasila? Bagaimana sih sikap anak- anak muda untuk melaksanakan Pancasila? Itulah beberapa pertanyaan dari Tim Cendekia yang menerjunkan langsung Dewanti (XIA4) dan Liesna (XIA3) untuk menginterview Bapak Muchson AR, M.Pd, selaku dosen Fakultas Filsafat Pansasila di UNY. Berikut ini hasil wawancara kami :
Apa sih yang dimaksud dengan idielogi?
Idielogi berasal dari kata Ide, yaiyu gagasan, jadi idielogi adalah seperangkat gagasan tentang tata masyarakat dan negara yang baik.
Kenapa Pancasila harus dipahami rakyat Indonesia ?
Karena Pancasila merupakan dasar negara dan pandangan hidup kita. Kita sebagai warga negara yang baik harus bisa paham. Manfaat Pancasila yaitu dapat menjadikan masyarakat dan negara bisa tertata dengan baik.
Bagaimana usaha usaha menanamkan Pancasila kepada rakyat Indonesia pada saat era Sukarno, era Suharto dan pada saat era reformasi sekarang ini ?
Pada waktu era Sukarno, Pancasila tidak terlalu hangat dibicarakan karena pada waktu itu pemerintah condong kepada Nasakom.
Pada waktu era Sueharto, Pancasila diharuskan dan dipaksakan karena pada waktu pemerintahan soeharto dia berkomitmen bahwa akan melaksanakan Pancasila secara murni dan konsekuen.
Pada era reformasi sekarang ini, penanaman pancasila tidak begitu terlihat, sekarang ini adalah era kebebasa, Pancasila langsung dilaksanakan oleh masyatakat, tidak saperti jaman soeharto yang hanya bicaranya saja.
Mengapa P4 muncul? Apa tujuan dan fungsinya?
P4 muncul pada jaman Soeharto bertujuan agar masyarakat Indonesia menjadi warga negara yang Pancasilais.
Ketika era Soeharto, Pemerintah sangat aktif sosialisasi Pancasila dengan penataran penataran seperti P4, kenapa justru pada saat reformasi hilang begitu saja ?
Dulu Pancasila itu merupakan intrik politik kekuasaan belaka, agar kekuasaan pak Sueharto tetap langgeng.Sekarang Pancasila itu memang tidak ditanamkan melalui P4, karena P4 itu adalah penataran tanpa adanya pelaksanaan jadi hanya bicara saja. Nah, jaman sekarang ini lebih dipentingkan tindakan, seperti toleransi, tidak banyak ngomong tetapai anaten. Bukan hanya ucapan saja.
Menurut Bapak, apa remaja Indonesia khususnya di Yogyakarta ini sudah Pancasilais?
Sebagian remaja sudah sesuai, terbukti dengan pelaksanaan sila pertama yaitu “Ketuhanan Yang Maha Esa” dengan banyaknya kajian agama.Sila “kemanusiaan yang adil dan beradab” sudah dilaksanakan dengan adanya kegiatan kegiatan sosial dengan remaja sebagai relawan.
Itulah wawancara kami dengan beliau diruang kantornya, walaupun kurang lebih hanya 15 menit semoga hasil interview ini berguna dan bermanfaat.(Lies,Dewa)
PERISTIWA 18 AGUSTUS 1945
HANAFI E. UTOYO

Dalam pentas sejarah Indonesia, dikenal tiga konsep rumusan dasar Negara yang dicetuskan oleh Muhammad Yamin Soepomo dan Bung Karno. Juga dikenal lima rumusan Pancasila, yaitu Pancasila dalam Piagam Jakarta ( 22 Juni 1945), Pembukaan UUD 1945 (18 Agustus 1945), Mukadimah UUDS 1950 (15 Agustus 1950), dan Pembukaan UUD 1945 yang dijiwai Piagam Jakarta (5 Juli 1959) yang hingga kini berlaku.
Peristiwa 18 Agustus 1945 merupakan serpihan episode dari pergumulan sengit tokoh-tokoh terkemuka republik ini dalam menentukan dasar negara. Pergumulan itu secara disadari maupun tak disadari telah berujung pada perdebatan yang memras keringat dan fikiran anatara dua kelompok, nasionalais Islam dan nasionalis sekuler.
Generasi muda Islam, dapat menyelami peristiwa yang genting ini untuk mengambil hikmah dan tauladan akan gigihnya tokoh-tokoh nasionalis Islam, tidak hanya berjuang tapi juga berkorban bagi keutuhan Nusa dan Bangsa.

PENCORETAN TUJUH KATA
Pada bulan Ramadhan Jum’at sore usai proklamsi kemerdekaan 17 Agustus 1945 Bung hattta menerima tamu di rumahnya seorang opsir utusan Kaigun (Angkatan Laut) Jepang membawa kabar penting bahwa wakil-wakil protestan dan Katholik di daerah –daerah (Indonesia Timur) yang dikuasai angkatan laut Jepang berkeberatan atas bagian kalimat “Ketuhanan dengan berkewajiban menjalankan syari’at Islam bagi para pemeluk-pemeluknya” yang terdapat pada Pembukaan UUD 1945 yang rencananya esok harinya akan disidangkan dan disahkan menjadi UUD Negara Indonesia. Kalimat itu tidak mengikat mereka dan mengadakan diskriminasi terhadap minoritas, dan jika tetap akan disahkan mereka akan berdiri sendiri di luar Republik Indonesia.
Inilah fragmen sejarah bangsa kita, sebagai titik awal dicoretnya kalimat “dengan Kewajiban Menjalankan Syariat Islam bagi Pemeluk-pemeluknya” yang terdapat pada pembukaan UUD 1945, kalimat ini merupakan sila ke-1 dari rumusan piagam Jakarta yang akan jadi dasar Negara, sehingga kalimat yang terdiri dari 7 kata ini dikenal dengan istilah “7 kata piagam Jakarta”.
Esok harinya sebelum sidang PPKI dimulai, bung Hatta mengajak tokoh-tokoh yang berpengaruh, Ki Bagus Hadikusumo (eksponen nasionalis Islam, Muhammadiyah), K.H. Wahid Hasyim (eksponen nasionalis Islam, NU), Mister Kasman Singodimejo (eksponem tentara, Muhammadiyah) dan Mr. Teuku M Hasan (eksponem nasionalis sekuler walaupun beragama Islam) mengadakan pertemuan pendahuluan membahas masalah yang dibawa opsir Kaigun itu, hasilnya 7 kata piagam diganti dengan Ketuhanan Yang Maha Esa. Pertemuan pendahuluan (berkisar pada pukul 09.30-11.30 WIB) ini hanya (sekali lagi hanya) berlangsung kurang dari 15 menit! Momentum kurang dari 15 menit ini dengan hebat membalikkan arah jarum jam.
Selanjutnya dapatlah diterka , dalam sidang PPKI pergantian itu dapat diterima, dan itu bukan hanya menyangkut masalah itu saja, kata “Muqoddimah” yang merupakan kata Islam (terdapat di judul awal dalam UUD) diganti “pembukaan”, pasal 6 ayat 1 : Presiden adalah orang Indonesia asli beragama islam, dicoret kata-kata “dan beragama Islam”, pasal 29 ayat 1 menyesuaikan perubahan digantinya tujuh kata piagam Jakarta (Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa mengganti Negara berdasarkan atas Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya). Maka disahkanlah UUD 1945 dengan Pancasila terdapat dalam rumusan pembukaan UUD itu (disebut sebagai rumusan pancasila dalam UUD 1945).

REAKSI ANTI REAKSI
Memang ditilik dari awal proses pergulatan mengenai dasar Negara, mulai dari BPUPKI, Panitia sembilan hingga PPKI terjadi perdebatan sengit antara kubu nasionalis Islam dan dengan ngotot menghendaki Islam sebagai dasar Negara, dengan dalil Islam adalah wahyu Allah yang Rahmatan lil ‘Alamiin sehingga dengan agama Islam sebagai dasar Negara dapat pula menjad rahmat bangsa Indonesia. Islam berjuang untuk kemerdekaan telah jauh-jauh hari sebelum tahun bahkan sebelum Syarikat Islam bediri (16 Oktober 1905) dimana Syarikat Islam merupakan organisasi pertama ada di Indonesia, disamping itu masyarakat islam merupakan penduduk yang terbanyak, dengan demikian warna dan semangat Islam harus ada dalam dasar Negara.
Nasionalis sekuler ngotot mengusung kebangsaan sebagai Negara, dengan dalih kenyataan masayarakat Indonesia adalah “bhineka” untuk mempersatukan haruslah ada ikatan yang tak menonjolkan satu dengan lainnya dan ikatan yang tunggal ika itu adalah kebangsaan, perjuangan meraih kemerdekaan tidak dilakukan oleh satu golongan saja, kesadaran berbangsa juga telah dilakukan oleh nenek moyang bangsa ini.
Kedua kubu dalam pancasila tidak juga dengan dalih-dalih lain yang meyakinkan. Pada sidang BPUPKI hari pertama (29 Mei 1945), saat membicarakan bentuk Negara, batas Negara, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan pembuatan UU semua berjalan dengan datar dan lancar, untuk bentuk kejadian Negara misalnya hampir seluruh peserta memilih Republik (55 suara memilih republik 7 suara memilih kerajaan). Tetapi saat tentang dasar Negara disentuh, iklim politik semakin memanas. Tokoh-tokoh vokal dari kubu nasionalis sekuler seperti Dr. Radjiman, Bung Karno, Bung Hatta, Soepomo, M. Yamin, Wongsonegoro, Sartono, R.P. Suroso, dan Dr. Buntaran (Semua tokoh ini hasil didikan barat) beradu dengan tokoh nasioalis Islam dengan juru bicara terkemuka Ki Bagus Hadikusumo, K.H. Wachid Hasyim, K.K. Ahmad Sanusi, Kahar Mudzakir (mayoritas berpendidikan pesantren).
Kemudian saat ini diadakan voting (pemilihan suara) mengenai dasar Negara ini, pihak nasionalis Islam mengalami kekalahan (15 suara memilih dasar islam dan 47 suara memilih dasar kebangsaasn), ada anggapan kekalahan inilah yang memberi konsekuensi mengapa yang mengajukan konsep rumusan dasar Negara tak ada satupun dari nasionalis Islam , kita kenal dalam buku sejarah, Muhammad Yamin (29 Mei 1945) dengan “lima dasar”, Soepomo (30 Mei 1945) dengan “ Panca Dharma”, dan Bung Karno (1 Juni 1945) dengan “Pancasila”. Adapula yang mempertanyakan jika kalah namun dapat juga mereka mengajukannya, atau benarkah mereka memang tak siap dengan konsep atau adakah ini suatu siasat, walaupun secara resmi dasar Negara bukan Islam tetapi isi dasar Negara itu dapat diberi warna Islam sehingga lebih baiknya mereka diam dalam mengajukan konsep rumusan itu dan kemudian pada sidangh pembahasan isi dapat beradu argumentasi. Memang berbagai anggapan dapat dilontarkan (tentu untuk menguaknya secara detail perlulah kajian yang benar-benar objektif).
Tetapi faktanya, setelah sidang pertama tanpa kemufakatan isi dari Pancasila kemudian dibentuk panitia sembilan dengan kekuatan 4 dari nasionalis Islam (Abdul Kahar Mudzakir, Abu Salim, K.H. Wachid Hsyim, Abikusno Tjokrokusujoso) dan 5 dari nasionalis sekuler (Bung Karno, Bung Hatta, Muhammad Yamin, Ahmad Subardjo, AA Marawis) pembahasan masalah isi dasar negara semakin alot dan melelahkan. Perbandingan kekuatan yang berimbang itu dalam mengambil keputusan-keputusannya tak dapat dicapai melalui persyaratan forum 2/3 yang hadir menyetujui sesuai aturan tata tertib sidang (bandingkan perimbangan kekuatan keduanya dalam BPUPKI dimana kekuatan nasionalis Islam hanya berkisar 20%), pada akhirnya dicapailah kata kompromi dengan lahirnya Piagam Jakarta (22 Juni 1945).
Saat sidang kedua BPUPKI, pembahasan Piagam Jakarta pun terjadi perang urat syaraf, tampillah Bung Karno (ketua panitia sembilan) membela mati-matian Piagam Jakarta juga menghimbau anggota sidang (nasionalis sekuler) untuk menerima bahkan secara khusus Bung Karno memohon tulus kepada Latuharhary dan AA Marawis (anggota BPUPKI non muslim), maka dicapailah kata bulat menyetujui Piagam Jakarta, selanjutnya dibentuklah PPKI sebagai langkah kerja operasional persiapan kemerdekaan.
Dalam PPKI, perbandingan kekuatan nasionalis Islam dengan nasionalis sekuler sangat njomplang. Islam hanya diwakili 3 orang (Ki Bagus Hadikusumo, K.H. Wachid Hasyim, dan Kasman Singodimedjo) dari 27 orang dan terjadilah peristiwa 18 Agustus itu.
Piagam Jakrta yang dibuat melalui jalan yang berliku-liku dan tinggal beberapa detik lagi disahkan, langsung dengan buru-buru dan mudah dirubah. Tentu hal ini membuat kekecewaan dari sebagian orang bahkan dianggap sebagai kekalahan politik Islam. Pertanyaan dan pertanyaanpun bermunculan, seperti misalnya dituturkan oleh Prawoto Mangkusasmito :
”Apa sebab Piagam Jakarta yang dengan susuah payah dan memeras otak tokoh-tokoh terkemuka dirumuskan kemudian hanya dalam 15 menit saja dirubah? Apa sebab Bung Karno yang sedang selama sidang kedua BPUPKI mati-matian mempertahankan Piagam Jakarta justru mempelopori (Bung Karno sebagai ketua PPKI dan pemimpin sidang -pen) mengubahnya? Bahaya perpecahan yang akan timbul (karena adanya “Kader penting” dari opsir kaigun -pen) dianggap lebih berat daripada kekecewaannya golongan islam dengan tak sengaja hal ini menjadi sumber fitnah yang sangat merugikan bagsa dan Negara”.
Dari segi perimbangan kekuatan yang tak bandingpun memunculkan kecurigaan, ada apa dibalik itu semua, bahkan K.H.M. Asa Aushary menegaskan kejadian yang mencolok mata itu dirasakan ummat islam sebagai suatu “permainan sulap”, permainan politik pat-gulipat terhadap golongannya (nasionalis Islam), tapi karena jiwa toleransilah golongan ini diam dan tak mengadakan tantangan maupun perlawanan.
Ungkapan 2 tokoh nasionalis Islam terkemuka ini (dikemudian hari 2 tokoh ini bersama-sama dengan Muhammad Natsir sebagai wakil dari partai Masyumi bahu-membahu sebagai singa podium memperjuangkan islam sebagai dasar Negara dalam sidang konstituante tahun 1959) perlulah kiranya dicermati. Bahwa benarkah pada waktu itu suasana yang masih menggelora baru saja sehari merdeka dan dalam kondisi yang darurat (sikap Jepang yang masih bertahan sebagai penjajah, juga ancaman kedatangan sekutu atau Belanda karena merasa telah menaklukkan Jepang) dalam sidang PPKI terjadi rekayasa poitik dari pihak nasionalis sekuler? Sebenarnya apa yang ada di dalam benak Bung Karno yang seolah-olah bersikap bunglon? Atau sikap Bung Karno yang demikian dapat dibenarkan menilik sebelum sidang PPKI sudah terjadi deal di pertemuan pendahuluan?.
Sulit untuk meminta jawaban yang benar-benar obyektif, karena dapat saja hal yang sebenarnya ditutupi oleh kata-kata manis, disamping itu juga adanya peraasan saling curiga antara nasionalis Islam dengan nasionalis sekuler (sudah berkonvrontasi sejak BPUPKI terbentuk) membuat keruh obyektifitas jawaban.
Sebagai ilustrasi yang mungkin mendekati jawaban yang benar ungkapan perasaan Bung Hatta usai menerima opsir kaigun. Bahwa karena opsir itu (Bung Hatta lupa namanya) sungguh-sungguh menyukai Indonesia merdeka yang bersatu sambil mengingatkan “bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh” mempengaruhi atas pandangannya (pandangan Bung Hatta mengenai Piagam Jakarta), tergambar pula oleh Bung Hatta perjuangannya yang kurang lebih 23 tahun lamanya melalui bui dan pembuangan untuk mencapai Indonesia merdeka dan bersatu dan tidak terbagi-bagi. Dari ungkapan perasaan Bung Hatta inilah tercermin keikhlasan perjuangan beliau untuk kepentingan Indonesia bersatu. Hal senada juga nampak secara jelas saat dalam persidangan di BPUPKI, panitia sembilan maupun PPKI, Bung Karno selalu arti persatuan.
Di luar itu, reaksi dari nasionalis sekuler datar-datar saja bahkan tak begitu mempermasalahkan, seperti ungkapan Muhammad Yamin bahwa Piagam Jakarta tidak diubah dan diombang-ambingkan, sedang Bung Hatta sedikit memberi alternatif bahwa dapat menginsyafi semangat Piagam Jakarta tidak lenyap, dan Negara kita dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika, dapatlah umat Islam menyalurkan aspirasinya tentang hal-hal penerapan syariat Islam bagi umat Islam sendiri melalui UU di DPR.

HADIAH UMAT ISLAM
Munculnya reaksi dari tokoh-tokoh Islam dapatlah disadari akan arti pentingnya tujuh kata dari piagam Jakarta bagi umat Islam yang merupakan penduduk terbesar (87 %) dan potensi kekuatan yang luar biasa bagi keutuhan dan persatuan bangsa ini.bahwa Islam bukanlah sekedar suatu perhimpunan orang beriman seperti agama-agama lain, tapi Islam mengatur secara detail kehidupan penganutnya dalam beribadah (secara khusus) maupun sebagai pribadi, keluarga dan bermasyarakat., juga persoalan mengenai ketuhanan dalam paham Islam mensyaratkan Allah tidak wajib dan mutlak tidak disekutukan dengan yang lain. Oleh karenanya, dengan adanya tujuh kata di sila pertama itu, pokok-pokok aqidah hikmah seperti itu dapat diterapkan dan dijamin keberlangsungannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara hal ini bukanlah berarti bahwa Islam meminta diistimewakan tapi semua itu semata-mata karena aqidah menghendaki demikian, sedang dari penganut agama lain memaknakan kehidupan beragamanya dengan sila pertama “Ketuhanan” saja tanpa embel-embel 7 kata .
Dengan dicoretnya 7 kata ini, walaupun Bung Hatta memberi jalan tengah dengan usulan membuat UU yang berkaitan dengan pelaksanaan syariat Islam. Namun ditinjau hakekat ketuhanan 7 kata diganti Yang Maha Esa bermakna lain.
Tafsir “Ketuhanan Yang Maha Esa” yang dicetuskan oleh petemuan pendahuluan berarti ”tauhid” sesuai Al-Qur’an suarat Al Ikhlas (secara historis 7 kata dengan Ketuhanan Yang Maha Esa tak ada bedanya), hal ini merujuk bahwa secara pribadi yang hadir dalam pertemuan itu semua muslim. Tetapi dari sudut agama lain penafsirannya dapat berbeda, dapat Tuhan Trinitas, Maha Widhi , Budha, bahkan aliran kepercayaan pun mempunyai sesuatu yang dipuja sebagai Tuhan. Dengan demikian tafsir sila pertama menjadi bias, merupakan pengakuan dan pengimanan adanya Tuhan-Tuhan bagi bangsa Indonesia sesuai agama yang dianutnya, sila pertama merupakan “gelas kosong” yang dapat diisi es teh, es jeruk, maupun apa saja tergantung keyakinan masing-masing.
Namun bagi Islam persoalan Tuhan bukanlah persoalan “gelas kosong” bukan persoalan es teh atau es jeruk tapi persoalan aqidah. Dengan sila pertama yang demikian itu dapat memberi arti ada kesejajaran Allah dengan Tuhan-Tuhan milik umat non Islam, bahkan “mengakui” adanya berbagai macam Tuhan hal ini jelas kesyirikan, maka sebagian tokoh- tokoh nasionalis Islam sangat kecewa dengan perubahan itu.
Dan bila dikaji lebih dalam, siapakah tokoh kunci penentu dari perubahan itu? Dapatlah diambil analisis sederhana dari tokoh-tokoh yang hadir dalam pertemuan pendahuluan sebagai berikut:
KH. Wahid Hasyim, diundang tapi saat itu tidak hadir karena sedang perjalan ke Jawa Timur sehingga ulama NU ini bukanlah sebagi tokoh kunci dalam pengubahan.
Mr. Teuku M. Hasan, seorang muslim tokoh berpengaruh dari Sumatera. Beliau seorang nasionalis sekuler, tentunya tak begitu mempermasalahkan bahkan sangat setuju adanya pengubahan karena permasalahan yang timbul adalah menyangkut golongan nasionalis Islam bukan golongannya, artinya posisi beliau bukanlah orang kunci perubahan.
Kasman Singodimedjo, tokoh muda nasionlis Islam yang pada waktu itu merupakan anggota PPKI tambahan (awalnya anggota PPKI 21 orang Bung Karno menyarankan ditambah 6 orang.) beliau dari segi pengetahuan dan wawasan tentang perdebatan dasar Negara mungkin sangat paham walau diluar arena (sidang BPUPKI) tetapi langsung terjun dalam pertemuan pendahuluan barulah adaptasi dan tidak siap benar dengan persoalan yang tiba-tiba muncul sehingga peluang sebagai orang kunci penentu perubahan sangat kecil.
Bung Hatta, dipastikan bukan orang kunci perubahan sebab beliaulah orang yang membawa masalah kabar penting dari opsir kaigun, beliau posisinya orang yang minta pendapat orang lain.
Ki Bagus Hadikusumo, sejak dari BPUPKI beliau terlibat perdebatan sengit tentang dasar Negara bahkan menjadi juru bicara dalam nasionalis Islam dan saat dihadapkan pada permasalahan Bung Hatta yang merupakan milik nasionalis Islam maka tidak bisa tidak semua tertuju pada beliau. Dengan demikian beliaulah sebagi orang kunci penentu perubahan itu.
Persoalan kemudian adalah mengapa Ki Bagus mau menyetujui atau mau merubah 7 kata dalam waktu yang amat singkat. Ada beberapa kemungkinan-kemunkinan jawabannya:
1. Ki Bagus menyadari bahwa kekuataan nasionalis islam di PPKI tak berbanding dengan nasionalis sekuler, sehingga bila masih mempertahankan 7 kata justru akan menjadi bumerang bahkan makna ketuhanan akan benar-benar hilang (bila dilakukan voting akan kalah telak dari nasionalis sekuler yang pada dasarnya urusan agama dipisahkan dengan urusan kenegaraan)
2. Perubahan 7 kata merupakan pemikiran cerdas dari Ki Bagus yaitu mengubahnya dengan kata yang lebih mengIndonesia tidak menyinggung perasaan non muslim (“esa” berasal dari bahasa melayu atau sumatera yang berarti tunggal tak terbilang bisa jadi yang mengusulkan kata ini Bung Hatta atau Teuku M Hasan yang dari Sumatera namun bisa juga Ki bagus atau Kasman yang orang jawa karena pengetahuan dan wawasan beliau yang luas, tidak menyinggung perasaan non muslim dan makna (secara histories dan sosiologis) tetap sama maka dipilihlah Ketuhanan Yang Maha Esa.
3. Secara factual apa yang dihasilkan (piagam Jakarta dan UUD) dari BPUPKI hingga PPKI pada awalnya diniatkan sebagai hasil sementara karena dalam situasi dan kondisi yang serba darurat, nantinya kalau semua sudah tenang dan tertata akan dibicarakan lagi dasar Negara atau uud yang dalam lembaga MPR yang benar-benar mewakili rakyat. Hal inilah yang menyadarkan Ki Bagus, bahwa niat awal yang seperti itu dalam kenyataannya menjadi perdebatan yang sengit dan persepsi berkembang bahwa hasil-hasil yang dicapai merupakan hal yang mutlak untuk diterapkan dalam Indonesia merdeka sepenuhnya, sehingga justru yang muncul perpecahan antar anak bangsa. Inilah pengalaman berharga bagi tokoh-tokoh bangsa (termasuk Ki Bagus) waktu itu untuk persatuan dan kesatuan.
4. Rasa nasionalisme dan toleransi yang tinggi pada diri Ki Bagus, sehingga dangan ikhtiar dan keikhlasan beliau menyetujui pengubahan itu, tidak saja tujuh kata yang dihapus, tapi juga kata-kata islami dalam pembukaan UUD1945 itu diganti agar tak menusuk golongan Kristen maupun yang lain.
Lepas dari ikhtiar Ki Bagus barsama-sama tokoh dalam pertemuan pendahuluan maupun reaksi dan polemik berkepanjangan yang justru terjadi antar umat Islam.Perlulah ditegaskan, karena hilangnya tujuh kata itu dimaksudkan memberi reaksi dari “kabar penting” yang diamanatkan ke Bung Hatta, yaitu reaksi-reaksi agar golongan Protestan dan Katolik jangan memisahkan diri dari RI, maka esensi dari peristiwa ini adalah umat Islam Indonesia bersedia memberi korban yang amat besar bagi keutuhan bangsa. Dengan kata lain, seperti yang dikemukakan oleh Menteri Agama RI Jendral Alamsyah Ratu Perwiranegara (28 April 1981) bahwa pancasila merupakan hadiah terbesar umat Islam bagi Republik Indonesia ini.
PANCASILA YANG DEKRIT
Pancasila dari hasil peristiwa 18 Agustus 1945, dalam kenyataannya tidak langgeng karena hanya dapat digunakan dari tanggal 18 Agustus 1945 sampai 1949. Saat kemudian bangsa kita dihadapkan untuk mempertahankan kemerdekaan maka seolah-olah kita “dipaksa” oleh kenyataan sejarah untuk mengganti lagi dasar Negara, yakni rumusan pancasila dalam mukadimah konstitusi RIS (27 desember – 15 agustus1950), rumusan pancasila dalam mukaddimah UUDS 50 (15 agustus 1950 – 5 juli 1959) dua rumusan pancaila (mukaddimah RIS dan UUDS 50) dalam pembahasan perumusannya (dalam sidang-sidang dewan knstitusi) relatif tidak terjadi perdebatan yang meruncing seperti saat BPUKI maupun panitia sembilan. Hal ini dapat dipahami karena saat itu kita benar-benar secara nyata dihadapkan pada masa yang sulit yaitu rong-rongan kelas Belanda dan pemberontakan oleh kawan seperjuangan sendiri.
Maka setelah semua itu dapat diatasi dan suasana sudah tentram, bangsa kita mulai menata untuk memutuskan kembali dasar negaranya. Diawali pemilu yang pertama, 15 Desember 1955 untuk memilih wakil-wakil rakyat yang benar-benar proporsional dalam Dewan Konstituante. Di dewan inilah dengan sidangnya di Bandung, merumuskan dan membahas berbagai hal tentang masalah negara, pemerintahan dan dasar negara. Perdebatan yang sengit dan melelahkan pun muncul (seperti di BPUPKI maupun panitia sembilan), terjadi bentrok antara nasionalis Islam dan nasionalis sekuler saat keduanya membahas tentang dasar Negara. Keduanya kembali berdebat apakah Islam sebagai dasar Negara dan kebangsaan.
Perbandingan kekuatan keduanya pun berimbang, 230 orang nasionalis Islam serta 283 nasionalis sekuler dan PKI. Sehingga sidang yang panjang dan melelahkan dari tanggal 11 November 1957 – 2 Juli 1959 tidak menghasilkan kemufakatan, bila diambil pemungutan suara pun tidak mencapai 2/3 menyetujui dari berbagai usulan tentang dasar Negara termasuk usulan kembali ke Piagam Jakarta maupun usulan kembali ke UUD 1945 (versi 18 agustus 1945). Maka terbitlah dekrit presiden 5 juli 1959 yang menandakan berlakunya rumusan dasar Negara baru, yaitu ”Pancasila dalam pembukaan UUD 1945” yang dijiwai Piagam Jakarta sekaligus pembubaran Dewan Konstituante. Pancasila yang versi dekrit inilah yang berlaku hingga sekarang.
Dengan munculnya dekrit, selesaikah persoalnnya? Tidak! memang dari wakil nasionalis Islam di DPR yang tercerai berai dalam partai-partai Islam (Masyumi, NU, PSII dan Perti) secara aklamasi ikut menerima dekrit, bahkan secara kelembagaan Masyumi menyampaikan nota kepada presiden yang intinya tunduk pada isi dekrit juga memorandum DPR Gotong Royong yang menyetujui dekrit dan memorandum ini diterima bulat oleh MPRS (nomor XX/MPRS/1966), mereka sepertinya setengah hati menerima dekrit untuk kata-kata yang bersangkut paut dengan piagam Jakarta, bahkan ada pula yang benar-benar takut dengan Piagam Jakarta. Muncullah pernyataan-pernyataan yang menyebarkan makna dekrit, misalkan “pengamalan pancasila secara murni dan konsekuen”. Yang diartikan murni dan konsekuen itu adalah pancasila versi 1945 (bukan dekrit), sekarang pengaburan “pancasila yang dekrit” secara samara-samar masih terasa, bahkan dalam buku-buku PMP, PPKN, maupun kewarganegaraan tidak pernah mencampurkan secara jelas dan tegas bila menulis pancsila yang berlaku sekarang dengan “pancasila dekrit”
Peristiwa 18 Agustus 1945, ternyata memberi konsekuensi yang amat berat bagi perjalanan bangsa kita hingga kini tidak saja bagi golongan Islam tetapi juga golongan lain menguasai pengakuan bersama (semua timbal balik) tentang dasar Negara. Oleh karena itu dibutuhkan sikap bijak tidak hanya mengakui secara jujur dan terbuka adanya tahap-tahap perjalanan sejarah menguasai perumusan dasar negara, secara jujur dan terbuka pula mengakui secara (tunduk dan patuh) pada rumusan Pancasila yang kini secara resmi berlaku, yakni Pancasila yang dekrit, dan secara jujur terbuka pula bersemangat dalam penyelenggaraan serta pengalamannya dari Pancasila yang dekrit itu. (Hana,dari berbagai sumber )

ROMANTIKA

SUKA DUKA DI HOTEL PRODEO

Siapa sih yang mau menjadi narapidana? Pasti kita enggak bakalan mau dong. Dan pasti yang pertama kali kita pikirkan kalau melihat orang dipenjara dia tuh orang yang yang jahat, enggak perlu dideketin, membahayakan, dan lain-lain. Tapi ketika kita hendak menilik lebih jauh tentang napi ternyata banyak pengakuan dari mereka yang nggak kita duga, kami berhasil mewawancarai empat napi yang semuanya berlokasi di lembaga permasyarakatan Wirogunan Yogyakarta. Napi yang kita wawancarai semuanya di tulisan ini merupakan nama samaran, yaitu Ibu Nana (50 th) yang terkena kasus penggelapan uang, Dani (24 th) kasus penganiayaan, Mawar (17 th) kasus pencurian HP, dan Reno (17 th) pengedar dan pemakai narkoba dan mereka semua dari ruang lingkup, umur dan golongan yang berbeda-beda.
Dalam artikel ini kami akan menguraikan satu persatu, dimulai dari ibu Nana, beliau adalah seorang wanita yang sudah berkepala 5, beliau divonis selama 2 tahun kurungan, sebelumnya dia adalah seorang pengusaha, dia bersama rekan-rekannya bisnisnya bekarjasama untuk membuka usaha jual beli sembako, dan pemasaran sembako itu dalam partai besar, kemudian sembako itu dipasok ke rumah makan, hotel, restoran, dll. Ibu Nana bertugas menghimpun dana dari para nasabah, ibu Nana dipilih karena ibu Nana dianggap mampu dan dipercaya untuk menghimpun dan membawa uang. 5% laba yang diperoleh, 3% untuk nasabah dan 2% untuk ibu Nana, nah ibu Nana nih enak mendapat uang, dia tinggal cari nasabah dan dia mendapat untung dari inventasi para nasabah, walaupun demikian, dia juga menyadari itu juga sama riba. Dua tahun usaha Bu Nana itu tidak mengalami kendala berarti bahkan semakin maju, dan setelah itu perusahaan itu jatuh pailit, perusahaan tidak bisa mengembalikan uang dari nasabah sebesar 500 juta, apesnya bu Nanalah yang menandatangani surat jual beli, kwitansi dan segala keuangan yang ada, sehingga ya sudah bu Nana yang tanggung jawab atas semua kerugian nasabah.
Karena nasabah merasa dirugikan, mereka kemudian melaporkan kejadian ini kepada pihak kepolisian. Bu Nana dipanggil, dia mengakui kesalahan yang diperbuatnya. Tapi dia mengaku kecewa dengan kinerja kepolisian karena pada surat panggilan cuma ditulis permohonan pemberian keterangan, tapi nyatanya setelah diinterogasi, dibuat BAP dan ibu Nana langsung dimasukkan ke dalam sel tahanan tanpa diberitahu telebih dahulu, sehingga Bu Nana tanpa persiapan terlebih dahulu, dan keluarganyapun kaget.
Hari demi hari berlalu, bu Nana disidang, dan oleh hakim divonis 2 tahun penjara, Bu Nana pun pasrah. Tapi Insya Allah bulan Januari sudah bisa menghirup udara kebebasan.
Selama dalam penantian yang melelahkan, banyak aktivitas yang dilakukannya, dia menjadi Tamping (nara pidana yang dipercaya membantu pegawai melakukan kegiatan) yang kegiatannya meliputi membantu membersihkan kantor, taman, administrasi, dll. Di samping itu juga ada kegiatan pembinaan yang dilakukan oleh LKBH dan diikuti oleh napi, bu Nana pun mudah bersosialisasi dengan napi lain, tapi walaupun demikian sifat napi berbeda antara satu dengan yang lain. Napi yang berpendidikan rendah biasanya kalau berbicara kotor dan apabila dia berpendidikan tinggi dia bisa menjaga perkataannya. Disamping itu kebanyakan napi perempuan di LP Wirogunan berasal dari golongan ekonomi rendah. Walaupun berasal dari golongan ekonomi rendah, mereka giat bekerja, berbeda dengan napi yang berpendidikan tinggi mereka malas bekerja.
Di penjara banyak fasilitas yang ada sepeti koperasi,lapangan dan lan-lain. Napi juga bekerja seperti jam kantor, dari jam 07.00-14.00 WIB. Bu Nana mengaku, dia ikhlas menjalankan kehidupan di LP, karena dia sadar dia salah, dan Bu Nana punya pesan buat kita, agar berhati-hati dan waspada karena mencari barokah Allah tuh sulit. Yach itulah hikmah yang bisa dipetik Bu Nana dalam menjalankan kehidupannya.
Seorang napi lain yaitu Dani, cowok hitam manis tersebut divonis 2,5 tahun penjara. Dani yang tinggal di Timoho ini bisa masuk penjara berawal dari malam itu, Jumat jam 01.00 sehabis lembur kerja dia bersama temannya makan di warung gudeg di daerah Kusuma Negara. Setelah selesai makan datang tiga orang Irian yang memalak penjual gudeg tersebut. Karena tidak diberi, ketiga orang Irian itu pindah memalak teman Dani sampai akan ditusuk, Dani tidak terima dan perkelahian tak dapat terelakkan, Dani membela diri, gelas pun dipukulkannya pada salah seorang Irian tersebut. Akibat tindakannya tersebut pria Irian tersebut koma selama dua bulan dan cacat seumur hidup.
Polisi pun datang, Dani ditangkap. Setelah masa interogasi yang panjang, dan setelah di BAP, Dani terkena pasal 351 ayat 2 yaitu penganiayaan yang yang mengakibatkan korban cacat seumur hidup.
Dalam persidangan, Dani pun tanpa pengacara, setelah diputuskan, ternyata Dani terkena vonis 2,5 tahun penjara, sedangkan ketiga orang Irian tersebut bebas. Dani merasa ketidakadilan menimpanya, apaboleh dikata, dia orang yang tidak mampu sehingga dia ikhlas menerimanya.
Yah, itulah dari kisah Dani. Selama di penjara, awalnya dia stres berat, tapi lama-lama dia terbiasa. Untungnya, di dalam penjara dia bertemu dengan teman lamanya yang masuk dalam penjara, jadi Dani tidak tidak sendirian. Selama di penjara dia juga menjadi tamping, sehngga dia mempunyai aktivitas di penjara.
Syukurlah keluarga dan teman-teman Dani banyak yang mensupportrnya, sehingga Dani terhibur. Cowok kristiani ini berharap semoga stelah dia keluar dari penjara dia bisa bekerja dan menikah. Amien.
Senyuman di bibirnya tidak menampakkan dia di penjara, itulah Mawar. Dara 17 tahun ini adalah salah satu napi perempuan yang bandel, dua kali dia masuk penjara, kok enggak kapok-kapok juga ya? Kita perlu berhati-hati kepadanya, dia spesialis pencurian HP anak-anak kost, tapi anehnya dia enggak berani mencuri HP di tempat umum. Dia mengambil HP yang ditaruh disembarang tempat. Cewek yang sebelumnya ngekost di Magelang ini udah lama terjermus di dunia hitam, pacarnya aja pengedar narkoba, dia juga sering make narkoba, miras, rokok dan lain-lain.
Motif pencuriannya pun simpel, buat foya-foya. Maklum berasal dari ekonomi pas-pasan. Dan lingkungannya pun mendukung dirinya untuk menjadi pencuri HP.
Suatu hari mawar pergi ke temennya, di meja ada HP yang diletakkan begitu saja “wah kesempatan nih” pikirnya. Set, HP pun dimasukkan ke kantong. Tiba-tiba temennya datang ”ketauan deh”. Akhirnya mawarpun di laporkan ke polisi. Usut punya usut ternyata temannya menjebak dia. Apes deh masuk jurang yang sama. Dia akhirnya di vonis 2 bulan penjara. Hukuman ini lebih ringan daripada hukumannya yang sebenarnya karena dia ada uang jaminan. Dia berpesan pada kita semua, banyak pencuri HP mencari kost-kostsan untuk mangsanya. So, bagi anak-anak kost hati-hatilah.
Ketika di tanya tim cendekia, dia mengaku menyesal atas kesalahannya (moga-moga beneran). Dia ingin menuju jalan yang lebih baik dan dia berharap dia bisa pulang ke Temanggung (asalnya) menemui orangtuanya dan minta maaf. Dan tujuan hidupnya pun mulia, dia ingin membahagiakan kedua orang tuanya, dengan hasil yang halal (wah moga-moga beneran ya).
Salah satu lagi temen kita walaupun usianya 17 tahun, dia dah terlibat ngedarin dan make narkoba. Dia bersal dari golongan menengah dan berasal dari Jakarta. Suatu hari dia pamit sama orang tuanya untuk berlibur ke Jogja, dan dia ngekost ditempat temannya di daerah Bausasran.
Sekian lama di Jogja dia juga terlibat dealam pemakaian narkoba. Suatu hari polisi menggrebek kost Reno dan polisi menemukan sebungkus putau di laci mejanya. Reno pun tidak bisa mengelak dan dia pun diseret ke meja hijau dengan tuduhan melanggar undang-undang RI nomor 22/97 tentang narkotika. Dan diapun merasa tidak menyesal atas apa yang di lakukannya karena dia belum bisa bertanggung jawab (ajaran kristiani). Reno pun ikhlas menjalani kehidupannya di penjara, dan ternyata samapi sekarang orang tua Reno pun belum tau bahwa Reno dipenjara.
Dari berbagai pengalaman yang ada di atas, semoga itu semua menjadi hikmah, dipenjara itu enggak enak dan semoga kita tidak mengikuti jejak yang mereka lakukan. Dipenjara itu ternyata bukan hanya orang yang jahat, tetapi ada juga orang yang tidak bersalah masuk kesana. Dan kita tidak perlu langsung di fonis, bahwa orang yang di penjara itu tidak selalu jahat.(li3s, dewa, hst)

KOLOM

Pendidikan Kewarganegaraan, berubah dan berubah apa tujuannya??
Oleh Sahid Ali, S. Pd

Pendidikan Kewarganegaraaa di sekolah dari SD sampai dengan SLTA selalu mengalami perubahan. Pada masa Soekarno, pendidikan kewarganegaraan diajarkan dengan nama civic. Pada awal masa Orde Baru berubah menjadi kewargaan negara, dan kemudian berganti menjadi Pendidikan Moral Pancasila (PMP) yang bertahan sampai akhir masa orde baru, kemudian berganti nama menjadi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn). Perubahan yang terjadi tidak pada substansi materi tetapi pada nama pelajaran. Penekanan materi terbesar adalah tentang Pancasila. Kemudian pada tahun 2001 seiring bergantinya rezim yang berkuasa PPkn berganti nama menjadi Pendidikan kewarganegaraan dan pada tahun 2002 kembali berubah menjadi Kewarganegaraan tanpa embel-embel pendidikan. Apa yang mendasari perubahan itu? Dari sekelumit prolog diatas kita akan mencoba menelaah menjadi dua hal:
Pertama, pendidikan kewarganegaraan (civic education) yang selama ini diadakan di Indonesia telah menyimpang dari tujuan mulia pendidikan kewarganegaraan itu sendiri. Entah karena model pendekatan pengajaran yang sifatnya tidak dialogis-partisipatoris, atau karena muatan-muatan politis-ideologis yang dikenakan pada pendidikan kewarganegaraan selama masa Orde Baru (Orba), pendidikan kewarganegaraan dianggap mengalami kegagalan. Dan harga yang harus dibayar karena kegagalan itu amat mahal, antara lain rusaknya moralitas bangsa Indonesia.
Kedua, pendidikan kewarganegaraan yang demokratis-partisipatoris dengan desain materi yang melibatkan para siswa secara aktif dalam proses pendidikan itu. Di sini menyitir pemikiran John Dewey mengenai demokrasi sebagai contoh bagaimana sebuah pendidikan kewarganegaraan seharusnya dipraktikkan. Pendidikan kewarganegaraan selama ini mau tidak mau membawa kita kepada kesimpulan, reformasi pendidikan kewarganegaraan belum terjadi. Karena itu kini saatnya kita melakukan reformasi menyeluruh.
Demi keakuratan data, harus dikatakan, pendidikan kewarganegaraan mulai diajarkan lagi secara formal di sekolah sejak 2001. Semula bidang studi ini bemama Pendidikan Kewarganegaraan, tetapi sejak tahun 2002 berubah menjadi Kewarganegaraan (Civic). Selama tiga tahun terjadi tiga kali perubahan draf kurikulum. Sangat jelas dari draf kurikulum itu tidak hanya tema-tema seputar demokrasi, civil society, dan HAM , juga tema-tema sentral lain yang sifatnya pengembangan diri (self-fce/p).Tentu saja desain ketiga kurikulum itu amat menekankan model aktif, dialogis-partisipatif. Kurikulum kewarganegaraan kita menyebutnya sebagai model pendekatan belajar kontekstual, di mana partisipasi aktif dan dialogis siswa hanya salah satu unsur dari pendekatan itu. Model pendekatan ini hendak menonjolkan salah satu aspek filsafat pendidikan yang sedang up to date, yakni pendidikan apa pun harus dimulai dari pengalaman siswa. Mirip metode kebidanan Socrates, pengalaman siswa (konteks)-pengalaman hidup bermasyarakat dan bernegara-didialogkan di antara teman-teman dan guru. Materi yang tersaji di buku dan silabus hanya akan menjadi rangkaian pemikiran konseptual (a bundle of thought) yang akan menerangi penggalan-penggalan pengalaman itu.
Pertanyaannya, sejauh mana pendidikan kewarganegaraan yang sudah berlangsung selama kurang lebih tiga tahun benar-benar berbeda dengan Pendidikan Moral Pancasila, PPKn atau penataran P4. Terlepas dari bagaimana diajarkan di sekolah, rancangan pendidikan kewarganegaraan yang kita miliki kini amat berbeda dari pendidikan kewarganegaraan dan Pancasila sebelumnya. Seluruh aspek moral Pancasila yang sebelumnya mendominasi praktik pendidikan di Indonesia kini justru didekonstruksi dan "dilucuti" dari pendidikan kewarganegaraan.
Pendidikan kewarganegaraan yang kini ada, mengadopsi pendekatan multidimensi. Karena itu tilikan moral terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara menjadi beragam (tidak lagi Pancasila sentris). Tentu saja demokrasi dan seluruh aspek yang berhubungan dengannya seperti partisipasi warga negara, peran pers, keadilan dan kepastian hukum, pemilihan umum, dan sebagainya mendapat perhatian istimewa. Budaya dan praktik penyalahgunaan kekuasaan dan meningkatnya korupsi di kalangan elite bisa menjadi fakta gagalnya pendidikan kewarganegaraan masa lalu" tidak sepenuhnya benar. Bila mau jujur, pendidikan agama telah mengalami kegagalan. Tapi apakah di situ letak masalahnya?
Cara berpikir filosofis membedakan antara kondisi-kondisi yang niscaya bagi terjadinya sesuatu (necessary condition) dan alasan yang memadai bagi terjadinya sesuatu itu (sufficient reason), kondisi yang memungkinkan terjadinya kemerosotan moral bangsa, tetapi bukan merupakan alasan memadai. Mengingat pengetahuan mengenai yang baik (good) tidak menjamin seseorang pasti berperilaku baik (bermoral), maka tantangannya adalah sejauh mana orang Indonesia menjadi pribadi otentik sebagaimana dipahami Immanuel Kant. Seluruh prinsip moral yang diketahui harus sungguh-sungguh menjadi imperatif kategoris bagi tindakan-tindakan kita karena prinsip-prinsip moral tersebut baik pada dirinya sendiri. Saya kira tepat pemikiran John Dewey mengenai demokrasi sebagai rujukan pentingnya pendidikan yang demokratis dalam pendidikan kewarganegaraan. Meski demikian, mengatakan pemikiran demokratis Dewey, lebih mengutamakan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi dan kelompok, justru dapat menjadi konsep yang kontradiktif dengan konsep pendidikan kewarganegaraan yang demokratis-partisipatoris. Bagaimana mungkin sebuah pendidikan kewarganegaraan yang dialogis- partisipatoris (demokratis) dapat dipraktikkan bila yang ditonjolkan kepentingan umum (baca: negara)? Menurut Shannon Sullivan (Philosophy Today, vol 41:2, 1997), demokrasi selalu dipahami Dewey sebagai demokrasi pragmatis. Yang ia maksud adalah "a humanistic liberal democracy that has the goal of helping humans find ways to eliminate suffering in their lives" (him 299). Dalam arti itu harus dikatakan, demokrasi memampukan individu untuk secara pragmatis menemukan cara/jalan guna berpartisipasi secara aktif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara demi mencapai kehidupan lebih baik dan membahagiakan (pragmatisme mengajarkan, sesuatu itu bernilai kalau ia bermanfaat bagi individu). John Dewey tidak berbicara mengenai pengutamaan kepentingan umum di atas kepentingan individu atau kelompok. Menurut filsuf Amerika ini, individu adalah pribadi (self) yang memiliki perilaku/kebiasaan tertentu (habits) dan dorongan atau kecenderungannya (impulses). Sebagai warga suatu masyarakat atau bangsa, habits dan impulses individu ini belum tentu cocok/sesuai kepentingan masyarakat di mana ia hidup. Karena itu setiap individu (sebagai warga negara) perlu melakukan tawar-menawar antara kepentingan dirinya dengan kepentingan masyarakat yang bersangkutan.
Dalam tawar-menawar itu individu dapat mengubah kebiasaan dan perilakunya, dengan catatan, dengan melakukan hal itu ia akan mencapai tujuan akhir, yakni to eliminate suffering in one's life, Dewey menyebut proses tawar-menawar ini sebagai rekonstruksi, yakni suatu proses di mana "/ must find a way to change my habits" bukan untuk memasung kepentingan individu demi kepentingan negara, tetapi untuk mencapai growth of individuals, karena "growth of individual leads to growth of the culture which produces even greater growth of individuals, and so on" (Sullivan, hlm 307).
Dalam konteks pendidikan kewarganegaraan, gagasan demokrasi John Dewey hendak menegaskan pentingnya pendidikan kewarganegaraan Indonesia dijalankan sedemikian rupa sehingga memperkuat posisi tawar individu berhadapan dengan kekuatan negara. Inilah tantangan yang hams dijawab kita bersama..

DUNIA ISLAM

MANAJEMEN GAUL
Oleh : Farid Jauhari

Adit seorang siswa disebuah SMA di Yogyakarta, berasal dari keluarga yang berprinsip sekolah hanya untuk belajar dan kemudian melanjutkan ke perguruan tinggi yang akhirnya untuk mencari pekerjaan. Dia selalu memilih siklus kehidupannya sekolah – rumah – tempat les (lembaga bimbingan belajar) dan jika diajak mengikuti kegiatan ekstra kurikuler ataupun kegiatan organisasi yang ada disekolahnya jawabannya capek, malas dan ingin focus pada sekolah, apalagi jika diajak untuk mengikuti kegiatan rohis, ia menolak dengan alasan takut terjerumus arus fundamentalis.
Prinsip Adit adalah berinteraksi yang pendek dan simple, ia hanya berinteraksi dengan mata pelajaran sekolah saja (study minded), ia merasa cukup bergaul sempit dan puas dengan dinamika hidup datar. Akibatnya, pertanyaan dan persoalan hidup pun dihadapinya dengan pola kehidupan yang cupet seperti sekolah hanya diorientasikan untuk melanjutkan ke perguruan tinggi kemudian mencari pekerjaan.
Lain halnya dengan Beni, siswa SMA yang tipe kepribadiannya bebas dan selalu tampil trendi, dia inginnya dikatakan gaul sehingga selalu tidak ketinggalan di aneka club gaul, prinsip gaulnya adalah berinteraksi yang luas dan bebas. Akibatnya, jalan hidupnya dalam rangka memenuhi selera nafsunya yaitu hidup bebas atau pergaulan bebas. Aturan agama hanya berlaku saat menjalankan ibadah ritual saja, diluar ibadah ritual maka aturan agama hanya sebagai slogan saja.
Dua cuplikan fenomena diatas adalah contoh tipe dua kepribadian ekstrim, yaitu tipe apatis (yang penting saya baik) dan tipe tasyabbuh (ikut-ikutan non selektif). Tasyabbuh adalah sikap tidak terpuji dalam islam,sebagaimana hadist Nabi saw riwayat Imam Ahmad yang mengatakan, barang siapa yang mengikuti trend (pola/ budaya / kebiasaan) suatu kaum maka ia termasuk dari golongan mereka. Bahkan Nabi saw melarang sikap ikut-ikutan tanpa filter dan kepribadian bergaul bebas yang disebut sebagai imma’ah dalam hadits riwayat At-Tirmidzi. Sebab, bagaimanapun karakter seseorang akan sangat dipengaruhi oleh pola dan lingkungan pergaulannya sebagaiman sabda Nabi saw dalam riwayat Ahmad dan Abu Daud: ”Seseorang akan mengikuti gaya hidup teman bergaulnya, maka hendaklah ia periksa kembali siapa yang ia ajak bergaul.”
Sedang tipe apatis tidak peduli dengan kemaksiatan yang terjadi disekitarnya menyebabkan murka Allah SWT, Rasulullah saw bersabda: ”Kamu harus memerintah kepada yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar. Jika tidak niscaya Allah akan menurunkan siksa, lalu pada saat itu kalian berdoa namun tidak lagi dikabulkan oleh-Nya.” (HR Tirmidzi)
Islam mengajarkan kita untuk bergaul secara luas namun selektif, Sebagaimana pesan Nabi saw yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad,”orang beriman harus pandai dan mudah bergaul (ilfun ma’luf)”. Islam juga mengajarkan bagi setiap muslim hendaknya tidak menyukai seseorang kecuali orang yang bertakwa dan tidak membenci seseorang kecuali orang yang durhaka, sebagaimana sabda Nabi saw yang diriwayatkan Abu Daud, Tirmidzi, Ahmad dan Hakim).
Allah berfirman :
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma`ruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan mereka ta`at kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (QS At Taubah 71).
Seorang penyair (dalam kitabnya yang berjudul Ta’limul Muta’allim/ metode orang yang belajar) mengatakan: “Janganlalh kautanyakan perihal seseorang tetapi tanyakanlah perihal teman dekatnya karena setiap orang itu pasti akan mengikuti sepak terjang teman dekatnya”.
Hanya orang yang bertakwalah yang layak untuk dijadikan teman dekat dalam kehidupan ini. Karena orang yang bertakwa sebagaimana yang diungkapkan oleh Hasan Al-Bashri akan senantiasa memelihara (kehormatan) kita. Baik ketika kita ada maupun sewaktu kita tidak ada.
Muhammad ibnu Ja’far Ash Shadiq pernah mengatakan kepada anaknya:” Wahai anakku, janganlah engkau berteman dengan orang yang fasiq, karena sesungguhnya dia akan menularkan kefasiqannya kepadamu!”
Ibnu Umar ra telah mengatakan: “Demi Allah, seandainya aku puasa (sunnah) pada siang hari tanpa pernah berbuka, melakukan qiyamul lail tanpa tidur, dan membelanjakan hartaku sebanyak-banyaknya dijalan Allah, tetapi kemudian aku tidak menyukai orang-orang yang taat dan tidak membenci orang-orang yang tukang maksiat, tentulah aku khawatir bila Allah akan menjungkalkan diriku dengan muka dibawah kedalam neraka.”
Ibnu Umar ra juga menganggap, mendapat teman yang sholeh merupakan anugerah Ilahi yang paling berharga bagi seorang manusia sesudah ni’mat Islam, beliau mengatakan: “Tiada suatu kebaikan pun yang dianugerahkan kepada seorang hamba sesudah Islam, Selain dari saudara yang sholeh. Apabila seseorang diantara kamu merasakan sentuhan kasih sayang dari saudaranya, maka hendaklah ia berpegang kepadanya ”.
Ulama salaf sering berpesan agar teliti dalam memilih teman sepergaulan, supaya harta simpanan yang sebenarnya dan kesenangan yang sesungguhnya dapat diraih. Disebutkan bahwa di antara pesan-pesan al Hasan al-Bashri penghulu para tabi’in menyebutkan sebagai berikut: “Sesungguhnya engkau mendapat bagian dari teman setiamu, dan sesungguhnya engkau mendapat bagian dari sebutan orang yang kamu cintai oleh karena itu pilihlah saudara, teman dan majelis tempat duduk ”.
Imam Ibnu Hibban dalam Raudhotul’Uqala wa Nuzhatul Fudhala memaparkan salah satu prinsip gaul benar adalah memilih yang baik dan meninggalkan unsure negative dengan menukil ilustrasi Nabi saw tentang perumpamaan teman yang baik bagaikan tukang minyak wangi yang orang didekatnya akan dapat aromanya. Sebaliknya, teman yang negative, ibarat pandai besi, sekalipun orang yang didekatnya tidak terbakar percikan api, namun tetap mendapat panasnya api. Karena itu manajemen gaul merupakan tantangan bagi seorang remaja yang sering berada diantara dua persimpangan jalan, pergaulan liberal dan atau menutup diri dari pergaulan.
Dalam aspek ruang lingkup interaksinya, gaul bisa dengan manusia maupun gaul dengan aspek-aspek penunjang kehidupan seperti teknologi, atau ilmu pengetahuan. Sehingga muncul gaulnya aktivis dakwah dengan gaunyal ahli maksiat atau gaul yang intelek dengan gaul yang tidak intelek. Sehingga yang kita pilih tentunya menjadi gaulnya aktivis dakwah yang intelek. Untuk itu siswa ini dituntut selain aktiv di organisasi sekolah / organisasi dakwah, ia juga gaul dengan mata pelajaran (ilmu pengetahuan). Akan lebih tajam lagi jika jenis gaul kita bedakan antara gaulnya ahli syurga dengan gaulnya ahli neraka. Gaulnya ahli syurga tentunya aktivitasnya selalu berorientasi ibadah, mencari rido Allah SWT dan dakwah, Allah berfirman dalam QS An-Nahl : 125
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”.
Allah juga berfirman dalam surat Albaqarah 256 “ … sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat …. ‘. Gaulnya ahli syurga ini merupakan mewarisi tugas/ profesi para rasul Allah. Allah berfirman dalam QS Saba’ : 28
“Dan Kami tidak mengutus kamu (wahai Muhammad), melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui”.
Gaulnya ahli neraka aktivitasnya selalu berorientasi memenuhi nafsu, yang dibingkainya dengan istilah mengikuti perkembangan jaman atau mengikuti trend modern. Wallahu a’lam.

Jihad dalam Islam
Sebagaimana shalat, jihad adalah bagian dari ajaran Islam. Jihad bahkan termasuk di antara kewajiban dalam Islam yang sangat agung, yang menjadi 'mercusuar' Islam.
Secara bahasa, jihad bermakna: mengerahkan kemampuan dan tenaga yang ada, baik dengan perkataan maupun perbuatan (Fayruz Abadi, Kamus Al-Muhîth, kata ja-ha-da.) Secara bahasa, jihad juga bisa berarti: mengerahkan seluruh kemampuan untuk memperoleh tujuan (An-Naysaburi, Tafsîr an-Naysâbûrî, XI/126).
Adapun dalam pengertian syar'î (syariat), para ahli fikih (fuqaha) mendefinisikan jihad sebagai upaya mengerahkan segenap kekuatan dalam perang fi sabilillah secara langsung maupun memberikan bantuan keuangan, pendapat, atau perbanyakan logistik, dan lain-lain (untuk memenangkan pertempuran). Karena itu, perang dalam rangka meninggikan kalimat Allah itulah yang disebut dengan jihad. (An-Nabhani, Asy-Syakhshiyyah al-Islâmiyyah, II/153. Lihat juga, Ibn Abidin, Hâsyiyah Ibn Abidin, III/336).
Di dalam al-Quran, jihad dalam pengertian perang ini terdiri dari 24 kata. (Lihat Muhammad Husain Haikal, Al-Jihâd wa al-Qitâl. I/12) Kewajiban jihad (perang) ini telah ditetapkan oleh Allah SWT dalam al-Quran di dalam banyak ayatnya. (Lihat, misalnya: QS an-Nisa' 4]: 95); QS at-Taubah [9]: 41; 86, 87, 88; QS ash-Shaf [61]: 4). Bahkan jihad (perang) di jalan Allah merupakan amalan utama dan agung yang pelakunya akan meraih surga dan kenikmatan yang abadi di akhirat. (Lihat, misalnya: QS an-Nisaa' [4]: 95; QS an-Nisa' [4]: 95; QS at-Taubah [9]: 111; QS al-Anfal [8]: 74; QS al-Maidah [5]: 35; QS al-Hujurat [49]: 15; QS as-Shaff [61]: 11-12. Sebaliknya, Allah telah mencela dan mengancam orang-orang yang enggan berjihad (berperang) di jalan Allah (Lihat, misalnya: QS at-Taubah [9]: 38-39; QS al-Anfal [8]: 15-16; QS at-Taubah [9]: 24).
Pertanyaannya, kapan dan dimana jihad dalam pengertian perang itu dilakukan? Pertama: manakala kaum Muslim atau negeri mereka diserang oleh orang-orang atau negara kafir. Contohnya adalah dalam kasus Afganistan dan Irak yang diserang dan diduduki AS sampai sekarang, juga dalam kasus Palestina yang dijajah Israel. Inilah yang disebut dengan jihad defensif (difâ'î). Dalam kondisi seperti ini, Allah SWT telah mewajibkan kaum Muslim untuk membalas tindakan penyerang dan mengusirnya dari tanah kaum Muslim:
وَقَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ وَلاَ تَعْتَدُوا إِنَّ اللهَ لاَ يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ
Perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kalian, tetapi janganlah kalian melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. (QS al-Baqarah [2]: 190).
Kedua: manakala ada sekelompok komunitas Muslim yang diperangi oleh orang-orang atau negara kafir. Kaum Muslim wajib menolong mereka. Sebab, kaum Muslim itu bersaudara, laksana satu tubuh. Karena itu, serangan atas sebagian kaum Muslim pada hakikatnya merupakan serangan terhadap seluruh kaum Muslim di seluruh dunia. Karena itu pula, upaya membela kaum Muslim di Afganistan, Irak, atau Palestina, misalnya, merupakan kewajiban kaum Muslim di seluruh dunia. Allah SWT berfirman:
وَإِنْ اسْتَنْصُرُوْكُمْ فِي الدِّيْنِ فَعَلَيْكُمْ النَّصْرُ
Jika mereka meminta pertolongan kepada kalian dalam urusan agama ini maka kalian wajib menolong mereka. (QS al-Anfal [8]: 72).
Ketiga: manakala dakwah Islam yang dilakukan oleh Daulah Islam (Khilafah) dihadang oleh penguasa kafir dengan kekuatan fisik mereka. Dakwah adalah seruan pemikiran, non fisik. Manakala dihalangi secara fisik, wajib kaum Muslim berjihad untuk melindungi dakwah dan menghilangkan halangan-halangan fisik yang ada di hadapannya dibawah pimpinan khalifah. Inilah yang disebut dengan jihad ofensif (hujûmî). Inilah pula yang dilakukan oleh Rasulullah saw. dan para Sahabat setelah mereka berhasil mendirikan Daulah Islam di Madinah. Mereka tidak pernah berhenti berjihad (berperang) dalam rangka menghilangkan halangan-halangan fisik demi tersebarluaskannya dakwah Islam dan demi tegaknya kalimat-kalimat Allah. Dengan jihad ofensif itulah Islam tersebar ke seluruh dunia dan wilayah kekuasaan Islam pun semakin meluas, menguasai berbagai belahan dunia. Ini adalah fakta sejarah yang tidak bisa dibantah. Bahkan jihad (perang) merupakan metode Islam dalam penyebaran dakwah Islam oleh negara (Daulah Islam). Allah SWT berfirman:
وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لاََ تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ ِللهِ
Perangilah oleh kalian mereka (orang-orang kafir) hingga tidak ada lagi fitnah (kekufuran) dan agama ini (Islam) hanya milik Allah. (QS al-Baqarah [2]: 193).
Terorisme Bukan Jihad
Dari definisi dan konteks jihad di atas, jelas sekali bahwa tindakan terorisme (dalam arti melakukan berbagai peledakan bom ataupun bom bunuh diri bukan dalam wilayah perang, seperti di Indonesia) bukanlah termasuk jihad fi sabilillah. Sebab, tindakan tersebut nyata-nyata telah mengorbankan banyak orang yang seharusnya tidak boleh dibunuh. Tindakan ini haram dan termasuk dosa besar berdasarkan firman Allah SWT:
وَلاَ تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللهُ إِلاَّ بِالْحَقِّ
Janganlah kalian membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan alasan yang haq. (QS al-Isra' [17]: 33).
Allah SWT juga berfirman:
وَمَنْ يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا فَجَزَاؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيهَا وَغَضِبَ اللهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ عَذَابًا عَظِيمًا
Siapa saja yang membunuh seorang Mukmin dengan sengaja, maka balasannya adalah neraka Jahanam; ia kekal di dalamnya; Allah pun murka kepadanya, mengutukinya, dan menyediakan baginya azab yang besar. (QS. an-Nisa' [4]: 93).
Apalagi Allah SWT pun telah berfirman:
وَلاَ تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا
Janganlah kalian membunuh diri kalian sendiri. Sesungguhnya Allah Pengasih kepada kalian. (QS an-Nisa' [4]: 29).
Keagungan Jihad Tak Boleh Dinodai
Sebagaimana telah dijelaskan di awal, jihad adalah amal yang agung. Imam an-Nawawi, dalam Riyâdh ash-Shâlihîn, membuat bab khusus tentang jihad. Beliau antara lain mengutip sabda Nabi saw., sebagaimana yang dituturkan oleh Abu Hurairah:
سُئِلَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَيُّ الْعَمَلِ أَفْضَلُ؟ قَالَ: إِيْمَانٌ بِاللهِ وَرَسُوْلِهِ، قِيْلَ: ثُمَّ مَاذَا؟ قَالَ: اَلْجِهَادُ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ، قِيْلَ : ثُمَّ مَاذَا؟ قَالَ: حَجٌّ مَبْرُوْرٌ
Rasulullah saw. pernah ditanya, "Amal apakah yang paling utama?" Jawab Nabi, "Iman kepada Allah dan Rasul-Nya." Beliau diitanya lagi, "Kemudian apa?" Jawab Nabi, "Perang di jalan Allah." Beliau ditanya lagi, "Kemudian apa?" Jawab Nabi, "Haji mabrur." (HR al-Bukhar dan Muslim).Imam Ibnu Hajar juga mengatakan bahwa dalam hadis tersebut (atau yang serupa) perang di jalan Allah (jihad fi sabilillah) adalah amal yang paling utama setelah iman kepada Allah dan Rasul-Nya (Ibnu Hajar al-Asqalani, Fath al-Bari, 5/149).
Karena itu, sudah selayaknya kaum Muslim menjaga keagungan jihad ini dari siapapun yang berusaha menodai dan merendahkannya, baik karena ketadaktahuannya, ataupun karena kedengkiannya (seperti yang dilakukan Barat kafir penjajah) terhadap aktivitas jihad. Sebab, di samping makna jihad telah diterapkan dengan kurang tepat, keagungan jihad juga telah sengaja direndahkan oleh Barat kafir imperialis. Barat, misalnya, telah lama menyebut Islam sebagai agama 'barbarian' hanya karena mengajarkan jihad. Presiden Bush bahkan menyebut Islam sebagai agama radikal dan fasis, sementara PM Inggris Blair menjuluki Islam sebagai 'ideologi Iblis'; juga antara lain karena faktor jihad. Colin Powell saat menjadi menteri luar negeri AS juga pernah mengatakan, "Jika mereka hanya mengirim generasi muda ke madrasah, sekolah itu tidak melakukan apa-apa, tetapi mengindoktrinasi mereka dalam aspek-aspek buruk. Mengajarkan kebencian tidak akan membawa perdamaian bagi kita semua di kawasan ini." (Media Indonesia, 23/1/2004). Mengapa demikian? Semua itu tidak lain sebagai bentuk propaganda mereka agar kaum Muslim menjauhi aktivitas jihad. Sebab, bagaimanapun Barat menyadari bahwa jihad adalah ancaman tersebar bagi keberlangsungan mereka atas Dunia Islam. Karena itu, Barat bahkan berusaha agar jihad dihilangkan dari ajaran Islam. Hal itu antara lain diwujudkan dengan upaya Barat untuk memaksakan kurikulum ke madrasah-madrasah, pesantren-pesantren, atau lembaga-lembaga pendidikan Islam karena dianggap mengajarkan kekerasan dan memproduksi 'para teroris'.
Walhasil, di satu sisi kita jelas tidak setuju jika peledakan bom terhadap masyarakat (termasuk Muslim) bukan dalam kondisi perang dikategorikan sebagai jihad. Sebaliknya, di sisi lain, kita pun harus mewaspadai setiap upaya dari Barat kafir penjajah yang berusaha memanipulasi bahkan menghapuskan ajaran dan hukum jihad dari Islam demi kepentingan politik mereka. []





MUGAISME

DILEMA INFAK RAMADHAN

Wah, infak ramadhan lagi, cari lagi, nyebelin !” begitulah ucapan rata-rata anak Muga bila sang wali kelas membagikan amplop infak tersebut.
Memang, infak Ramadhan menjadi agenda wajib Muga tiap bulan Ramadhan bagi siswa kelas X, XI maupun kelas XII untuk mencari infak di lingkungannya masing-masing.
Ada suatu kebiasaan aneh di Muga, karena para wali kelas membanding-bandingkan jumlahuang Ramadhan yang didapat dengan kelas lain. Nah, itulah yang membuat para wali kelas berpacu mendapat infak paling banyak, dengan mewajibkan siswa untuk memasukkan uang di semua amplop, selain itu juga ada wali kelas yang marah apabila saswa hanya memasukkan uang Rp.5.000,00 ke dalam amplop tersebut. Selain itu pada Ramadhan tahun lalu (2004), didalam kertas pengantar amplop Ramadhan, tertulis nilai minimal uang yang harus diinfakkan. Nah inilah yang menyebabkan kekaburan nilai infak, karena setiap orang berhak berinfak berapapun harta yang dia miliki dengan ikhlas. Itulah salah satu yang menyebabkan ketidaksukaan siswa terhadap tugas mencari infk ramadhan tersebut. Sehingga siswa kemudian meminta kepada keluarganya saja, karena malas dan mungkin malu untuk mencari infak tersebut. Bagi keluarga yang kaya pasti tidak begitu berat mengisi semua amplop, tapi bagi orangtuanya yang pas-pasan pastinya memberatkan mereka bila mereka kurang paham hakekat infak tersebut. Sehingga timbul kata kata yang kurang pantas seperti “ Masak sekolah kaya kok minta minta, kaya’ ngemis aja,” nah, itulah salah satu ungkapan yang tidak sepantasnya diucapkan.
Karana banyaknya siswa yang masih kurang paham hakekat dan manfaat infak Ramadhan, maka dari tim Cendekia menerjunkan Liesna (XIA3) dan Dona (XIA3) untuk meminta klarifikasi dan pelurusan pemahaman kepada PLH Kepala sekolah Muga yaitu Bapak Tri Ismu Husnan HP, SH. Menurut beliau, infak ramadhan memang sejak dahulu sudah ada, sejak pak Tri masih menjadi wali kelas di Muga, dan infak itu ditugaskan kepada siswa kelas X, XI, dan XII pada saat bulan Ramadhan. Beliau mengatakan bahwa infak tersebut dilatarbelakangi semangat kemuhammadiyahan, karena Bp KHA. Dahlan juga berpesan “Hidup-hidupilah Muhammadiyah dan janganlah kamu mencari kehidupan di Muhammadiyah,” oleh sebab itu Muga secara cerdas menganbil inisiatif bahwa di bulan suci pasti banyah orang yang berinfak, dan muga menjembatani niat baik tersebut dengan menugaskan siswanya untuk berpartisipasi aktif menyalurkan infak itu demi kemajuan muhammadiyah, khususnya sekolah kita tercinta yaitu Muga. Dengan infak tersebut beserta amal jariyah kita dapat membangun sarana dan prasarana secara materil maupun spirituil, seperti adanya Kampus II, garasi sekolah, kantor organisasi, tangga, pelatihan-pelatihan, dan lain-lain. Infak ini sudah
Menurut beliau sebenarnya tujuan sekolah memberikan tugas kepada siswa bertujuan positif, siswa belajar berinteraksi dengan masyarakat, berlatih keberanian dan mental, semangat kebersamaan serta dapat memberikan sumbangsihnya bagi kemajuan Muga. Tapi kenyataannya lain, banyak siswa malas dan malu untuk mencari infak tersebut, sehingga mereka kemudian meminta kepada orangtuanya sehingga timbul masalah masalah yang diungkapkan seperti di atas. Seperti kata “mengemis” itu suatu pemahaman yang perlu diluruskan. Pak Tri memberikan contoh yang konkret seperti apabila kita meminta uang dengan memberikan proposal, apakah itu juga suatu bentuk mengemis? Selain itu kita kan Cuma menjembatani orang yang mau berinfak bukannya meminta-minta. Daripada uang infak itu diberikan kepada orang yang tidak bertanggung jawab lebih baik kepada kita sendiri yang jelas penggunaanya.
Ya apabila kita niat dengan ikhlas dan tulus untuk berinfak pasti kita dapat pahala, dan berinfakkan hukumnya sunah bagi kita bahkan wajib bagi orang yang sudah bekerja yaitu potongan 2,5 % dari penghasilannya untuk diinfakkan, dalam Al-Qur’an pun disebutkan hal tentang infak,seperti pada surat Al- Baqarah 256, yang berbunyi “ Hai orang-orang yang beriman! Belanjakanlah hartamu di jalan Allah. Sebelum datang suatu hari, dimana tidak ada jualbeli, tidak ada persahabatan dan tidak ada pembelaan…” oleh sebab itu, marilah kita sebagai orang yang beriman melaksanakan infak karena itu pada hakekatnya akan kembali pada diri kita sendiri.
Oleh sebab itu marilah kita mencari sintesa agar semua civitas Muga dapat ikhlas melaksanakan infak ramadhan. Menurut pemahaman penulis, tidak baik seorang wali kelas memarahi siswa yang hanya mengisi sedikit infak, itu akan berdampak secara psikologis bagi siswa, karena siswa akan terbebani, dan mereka akan menganggap itu bukan lagi suatu pekerjaan yang mulia, tetapi suatu tugas yang wajib dilaksanakan sehingga mereka akan malas meminta uang tersebut dan akhirnya mereka tidak ikhlas memberikan dan mencari infak tersebut. Tapi bukan guru saja yang patut disalahkan, kita sebagai siswa sebaiknya menyadari hakekat infak itu sebenarnya, kita mencari infak bukannya mengemis, tapi kita sebenarnya menjembatani dan mendorong agar masyarakat memperoleh pahala di bulan suci dengan memberikan sebagian hartanya untuk disumbangkan bagi kemajuan pendidikan di Muga. Apa kita tidak bangga kalau muga menjadi sekolah yang favorit dan berkualitas?nah, hal itu dapat kita wujudkan apabila kita bahu membahu memberikan sumbangsih kita walaupun sedikit seperti infak Ramadhan.(li32)
KEPALA SEKOLAH BARU

Sudah nggak asing lagi dong dengan BaPak Tri Ismu Husnan Purwono, SH. Yang pada hari Rabu, tanggal 28 Desember 2005 lalu udah nggak njabat sebagai PLH, sekarang beliau telah menjabat sebagai Kepala Sekolah SMA Muhammadiyah 3 Yogyakarta menggantikan Bapak Sriyono. Acara yang diselenggarakan sejak pukul 09.00-13.00 WIB di ruang XI S2 dan XI S3 ini berlangsung hikmad dengan dihadiri oleh seluruh petinggi KASUBDIN P dan P kota Jogja, Komite Sekolah, Pimpinan Wilayah Muhammadiyah, Pengurus IRM, dan tamu undangan yang lain.
Saat tim Cendekia menanyakan perasaan kepada Pak Tri yang berprinsip bermanfaat bagi semua orang, beliau menjawab biasa-biasa saja namun babannya semakin berat dan lebih serius. Pengalaman bekerja beliau selama ini yaitu pernah menjadi dosen selama dua tahun di balai pendidikan maritim jurusan ekspor impor dan dia juga pernah berwiraswasta. Pemilihan kepala sekolah bukan berdasar pemungutan suara lho! Tapi be rdasar pada keputusan Pimpinan Depdikbud Yogyakarta, tapi sebelumnya beliau harus melalui tes-tes panjang. Oh ya, Pak Tri yang berkumis ini merupakan kepala sekolah yang pertama kali berasal dari Yayasan Muhammadiyah, dan beliau merupakan kepala sekolah yang ke 12.oh, ya ayah Pak Tri yaitu Bapak Muchkayat dulunya juga kepala Sekolah Muga.
Kepala sekolah kita ini memiliki obsesi untuk menjadikan Muga berkualitas dan bisa bersaing dengan sekolah lain,baik negeri ataupun sekolah swasta favorit lainnya. Beliau juga merencanakan kedepan yang wajib kita acungkan keempat jempol kita lo.!!!!!!untuk jangka pendek beliau merencanakan agar kelas XII bisa lulus semua dan siswa kelas X dan XI bisa naik kelas semua. Tidak lupa semua itu diimbangai dengan peningkatan kedisiplinan. Untuk jangka mengahnya yaitu mengembangkan sarana dan prasarana yang dibutuhkan siswa. Dan Allhamdulillah sebagian rancanya sudah terwujud diantaranya yaitu :studio musik , kantor organisasi siswa, dan lain–lain. Dan program jangka panjangnya pun nggak kalah seru,diantaranya membuat moega lebih exsisten di masyarakat.kita seperti dengan adanya bakti sosial ,idul adha, mubalig hijrah ,dll.dan beliau ingin moega bisa menjadi kebanggaan bagi para siswa ,guru atau karyawan, maupun para alumninya.
Tau nggak alasan apa yang membuat Pak Tri mau menjadi tugasnya menjadi kepala sekolah ?ibadah.Beliau mengatakan jikalau tidak dilandaskan ibadah maka beliau tidak berminat sama sekali untuk menjabat sebagai kepala sekolah di moega. Dia bukan sebagai pemimpin tapi dia adalah seorang pelayan yang melayani seluruh komponen yang ada di moega.
Beliau berpesan bagi para pengurus organisasi diantaranya
1. kalian bisa memanage waktu ,
2. memanage biaya ,dan segera buat laporan pertanggung jawaban.
3. memajukan organisasi yang kalian pegang masing-masing.
4. dan buat semuanya rajin – rajinlah belajar.
Jangan salah ya, buat para guru dan karyawan juga ada pesan loh !!!agar beliau – beliau ini bisa bekerja lebih professional sesuai dengan tanggung jawab masing – masing, lebih disiplin, bekerja keras, untuk memajukan persyarikatan Muhammadiyah kita.
Dan beliau berharap agar semua komponen yang ada di sekolahan harus bersatu agar Muga bisa maju.ok! Buat Pak Tri pantang menyerah dan tunaikan amanahmu, selamat bekerja.(Owor,Li32).

BIODATA
1. Nama : Tri Ismu Husnan Purwono, SH
2. Ttl : Yogyakarta, 25 Oktober 1962
3. Skul :SD Muhammadiyah 2 Pajangan
SMP Brebah Sleman (hanya sertifikatnya tapi sebenarnya dia di Ponpes Islamic Pabelan)
SMA Muhammadiyah 1 Yogya
Kuliah di universitas Indonesia fakultas Hukum

4.Motto : mengalir atau menguikuti keadaan
5.Hobby :turing dan piknik.
6.Pengalaman Bekerja : Berwirausaha berternak puyuh
Dosen selama 2 tahun dibalai pendidikan Maritim
Tahun 1988 masuk Muga dan mengajar PMP atau PPKN
Usaha Salon (bersama istrinya)
Menjadi Wakaur Muga
Menjadi PLH Kepala Sekolah Muga
Menjadi Kepala Sekolah Muga
Pengalaman organisasi : AMM dan IPM


BOKS PENDAPAT

Verlita (X C) : Wah Pak Tri tuh berwibawa, tegas dan dapat menciptakan siswa yang disiplin dan harapan saya semoga Muga lebih maju dan berprestasi.
Al-Arief (XI A 2) : beliau adalah sosok yang berwibawa, ramah, baik hati, tegas, dan sangat mengerti keinginan murud-murudnya dan beliau dapat membawa nama baik sekolah.
Henry (XI S 1) : saya harap Pak Tri lebih adil dan bijak dalam segala hal, tata tertib sekolah lebih dipertegas dan konsekuensi terhadap pelanggar lebih berat….(ck ck ck)
Pak Agung (Karyawan) :
lebih adil dalam segala hal
lebih bijaksana, jika memutuskan sesuatu jangan sepihak
lebih ramah lagi (karena siswa2 takut sama Pak Tri)
ada perubahan lebih positif
lebih diperhatikan karyawan yang sudah lama disini
selektif dalam kepanitiaan apapun (jangan itu-itu melulu)
bila ada yang salah langsung ditegur, tidak mengulur waktu
Get success, dan selamat mengerjakan tugas berat dunia akhirat
Cendekia (X D) : Pak Tri itu bijaksana dan berwibawa dan harapan saya semoga SPP turun dan fasilitas meningkat seperti AC.
Bu Melani (Karyawan perpustakaan) : semoga dibuat kebijakan untuk menjaring siswa lebih banyak masuk ke perpustakaan, standar infak ditiadakan, lebih mememperhatikan kesejahteraan guru karyawan biar kinerjanya menigkat dan optimal, meningkatkan iklim agar siswa lebih disiplin, perpus diperluas, pengadaan laboratorium bahasa komplit untuk meningkatkan ketrampilan berbahasa warga sekolah.
Faris (XII A 4) : Pak Tri bisa merubah system pendidikan seperti sekolah negri yang lain, karena mutu di Muga kurang.
Bu Aftati (guru ibadah) : Harapan saya semoga warga Muga asah-asih-asuh atau kerjasama dengan unsur sekolah dan semoga Pak Tri bisa menempatkan dirinya sebagai kepala sekolah.
Pak Toto (Wakaur siswa) : selamat buat Pak Tri, dan semoga Muga tambah jaya dan anak lebih pintar.
Leni (XI IPS 3) : PakTri orangnya asyik, semoga selalu disertai Allah SWT. Dan semoga IRM tambah maju.

BUGAR

JANGAN TAKUT JERAWAT

Kerap kali kita dibuat panic dengan timbulnya jerawat. Sebenarnya kita nggak perlu takut dengan timbulnya jerawat (acne), karena jerawat merupakan penyakit kulit yang biasa dialami setiap orang tanpa mengenal usia. Mungkin hal ini akan lain ceritanya bila dialami oleh kita-kita para remaja, karena jerawat sering kali membuat kita kurang PD. Hal yang wajar jika seorang remaja itu berjerawat, karena di usia 14-16 tahun ini para remaja mengalami masa pubertas. Survei dilapangan juga membuktikan bahwa dari 10 remaja yang ditemui 8 diantaranya mempunyai masalah dengan jerawat. Jadi bagi kamu yang berjerawat jangan takut karena kamu ga sendirian.
Kalau pingin tau jerawat ga Cuma di wajah lho, dipunggung juga bisa didapati jerawat atau yang serin disebut dengan backne. Acne itu sendiri akan cenderungtibul pada kulit yang berminyak, karena medium yang dibutuhkan bakteri jerawat (propionibacterium acnes) terdapat di lemak.

Tau nggak sih ada 3 jenis jerawat yang mesti kita kenaldiantaranya:
1. Komedo (pori-pori tersumbat)
Komedo yang terbuka disebut juga sebagai blackhead, terlihat seperti pori-pori yang membesar dan menghitam. Pori-pori ini dapat berwarna hitam karena teroksidasi dengan udara. Komedo yang tertutup (whitehead) terlihat seperti tonjolan putih-putih kecil di bawah kulit (2) Jerawat biasa (jerawat klasik)Jenis jerawat yang satu ini sangatsangat mudah untuk kita kenali, tonjolan kecil berwarna pink atau kemerahan. Jerawat ini terjadi karena pori-pri yang tersumbat terinfeksi dengan bakteri jerawat (propionobacterium acne). (3) Cystic Acne (Jerawat Batu/Jerawat Jagung) Inilah godfathernya jerawat! Penderita cystic acne biasanya juga memiliki keluarga dekat yang juga memiliki jenis jerawat ini. Buat kalian yang punya masalah dengan jerawat yang satu ini, sabar ya! Coz jerawat yang satu ini tidak dapat dicegah ataupun disembuhin dengan obat-obatan yang ada dipasaran masyarakat. Tapi masih ada penyelesaiannya kok! Kalian mesti konsultasi ma dokter, so nggak bisa sembarangan makai obat.

Kalau di usut-usut penyebab akan timbulnya jerawat ada buanyak lho, diantaranya adalah:
1. Stress, makanya bagi kalian yang kebanyakan mikir, jangan heran kalau tiba-tiba muncul jerawat. Biasanya jerawat yang muncul pada saat kita tertekan adalah jerawat klasik (jerawat biasa). (2) Keturunan dari orang tua tau kerabat dekat, seperti yang terjadi pada jerawat jagung misalnya. (3) Aktivitas hormone (4) Kelenjar minyak yang hiperaktif, karena bakteri jerawat sangat menyukai medium kulit yang seperti ini. (5) Iritasi kulit, karena garukan misalnya. (6) Anabolic steroid (7) Pil pengontrol kehamilan (pil KB), namun banyak wanita mengalami penurunan munculnya jerawat semasa pemakaian pil tersebut. (8) Berada dalam lingkungan dengan kadar chlorine yang tinggi terutama chlorinated dioxins yang menyebabkan jerawat serius disebut sebagai chloracne.
Sering kali terjadi miskonsepsi dengan timbulnya jerawat. Misalnya saja cokelat. Cokelat tidaklah berpengaruh akan timbulnya jerawat, hal ini hanyalah mitos dari sebagian besar masyarakat. Pada kenyataannya cokelat dapat memperhalus kulit lho! Dan tentang cokelat penyebab kegemukan hal ini lebih dikarenakan campuran glukosa yang ada pada cokelat tersebut.

Sebenarnya, orang yang berjerawat adalah wajar, namun kulit tanpa jerawat adalah dambaan dari setiap orang. Untuk itu ada tips-tips yang oke punya buat kalian yang punya masalah sengan bisul kecil ini, diantaranya yaitu:
(1) Memperbanyak konsumsi sayur-sayuran, buah-buahan. Dengan cara ini kekebalan tubuh akan adanya serangan bakteri akan meningkat. So bagi kalian yang nggak suka ma sayuran you must try it. (2)Memakai air jeruk nipis sebagai bahan cuci muka alami, karena kandungan sitrat pada jeruk nipis sangat tinggi sehingga lemak dapat terlarut dan dengan demikian media bakteri akan berkurang, begitu pula dengan bakterinya. (3) Membersihkan muka dengan sabun pembersih muka, minimal 2 kali sehari. Bagi kalian yang mempunyai kulit sensitive, nggak usah gonta ganti produk karena akan menimbulkan infeksi. (4) bila mengendarai sepeda motor ada bagusnya lho makai slyer atau cadar, agar debu yang membawa bakteri tidak mengenai wajah. Bila pada kulit sudah terdapat adanya jerawat, maka jerawat jangan disentuh berulang-ulang, karena akan merangsang pembengkaka pada jerawat dan akan menimbulkan bekas pada kulit. (5) Menurut aliran China, jerawat yang baru akan muncul dapat kita cegah dengan melakukan pijitan-pijitan kecil pada calon jerawat tersebut. Bagi kalian yang percaya, silahkan mencoba. (6) Yang terpenting adalah “menjaga kebersihan” so bagi kalian yang nggak pernah mandi, ayo buruan mandi!!
Ok deh kita harus bangkit dari keterpurukan. Nggak banget kalau jerawat akan mengganggu aktivitas kita. So kta mesti PD. Bagi kamu yang berjerawat, nggak perlu rendah diri, coz “ wajah tanpa jerawat bagai malam tak berbintang”, he...he…(Lies)

BUDAYA

Marawis Betawi Kian Bersinar
Dua remaja berpakaian koko asyik menari dengan iringan musik yang khas. Tubuhnya tampak dihentak-hentakan mengikuti irama. Posisi kakinya jinjit. Sesekali kedua remaja itu mengangkat tangannya. Saat musik semakin ditabuh cepat dan makin menghentak, tarian pun dilakukan dengan penuh semangat.Tak banyak orang yang mengenal seni musik ini. Anda juga mungkin masih asing dengan seni yang dimainkan para remaja berbaju koko tersebut. Ternyata, seni musik yang mereka mainkan adalah dari tradisi Islam yang bernama marawis.
Seni Islami ini dibawa ke Indonesia oleh para pedagang dan ulama yang berasal dari Yaman beberapa abad yang lalu. Mengapa dinamakan marawis? Menurut Hasan Shahab, pegiat seni marawis Betawi, musik dan tarian ini disebut marawis karena menggunakan alat musik khas yang disebut marawis. ''Karena kesenian ini memakai alat musik yang namanya marawis, dari dulu orang menyebutnya sebagai marawis,'' ujar pemilik kelompok musik gambus Arrominia ini menjelaskan. Marawis adalah alat musik mirip kendang. Diameternya sekitar 20 cm dan tinggi 19 cm.
Selain menggunakan marawis, alat musik tetabuhan lainnya yang digunakan adalah hajir atau gendang besar. Hajir ini memiliki diameter sekitar 45 cm dan tinggi 60-70 cm.Kesenian ini juga menggunakan dumbuk, sejenis gendang yang berbentuk seperti dandang, tamborin dan ditambah lagi dua potong kayu bulat berdiameter 10 cm.
Menurut Hasan, hampir di setiap daerah yang terletak di Semenanjung Melayu, memiliki kesenian marawis. ''Malah, ada yang menyebut seni ini marwas. Kesenian ini telah ada sejak lama di Indonesia,'' paparnya.Dulu, saat Wali Songo menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa, alat musik marawis digunakan sebagai alat bantu syiar agama. ''Marawis tak bisa lepas dari nilai-nilai religius. Awalnya musik ini dimainkan saat merayakan hari-hari besar keislaman, terutama Maulid Nabi,'' katanya.
Namun, kata Hasan, kini marawis tidak hanya dimainkan saat Maulid Nabi saja. Kini, acara hajatan pernikahan, peresmian gedung, hingga di pusat perbelanjaan, marawis sering dimainkan. Marawis yang ada di setiap daerah memiliki kekhasan tersendiri. Perbedaan marawis itu terletak pada cara memukul dan tari-tarian. Hasan mencontohkan, seni marawis di Aceh, tari-tariannya melibatkan laki-laki dan wanita. ''Kalau marawis khas Betawi yang menari dan memainkan marawis hanya pria. Tariannya pun khas memakai gerakan-gerakan silat,'' katanya.
Berdasarkan penelitian yang dilakukannya, seni marawis juga ditemukan di Palembang, Banten, Jawa Timur, Kalimantan, bahkan hingga Gorontalo. ''Semuanya berbeda dan memiliki kekhasan tersendiri sesuai adat dan budaya daerah setempat,'' paparnya. Diakuinya, kelompok marawis yang paling terkenal berasal dari Bondowoso, Jawa Timur. Seni marawis di Jawa Timur lebih dulu berkembang dibanding di Betawi. Biasanya, setahun sekali grup marawis dari Bondowoso main di Kwitang, Jakarta Pusat, untuk memeriahkan Maulid Nabi SAW. ''Semua orang berbondong-bondong melihat mereka tampil,'' katanya.
Sembilan tahun silam, seni marawis belum populer seperti saat ini. Di tanah Betawi, seni marawis awalnya hanya dimainkan oleh orang-orang keturunan Arab. Bahkan, ada semacam anggapan bahwa marawis hanya dimainkan mereka yang masih keturunan Nabi SAW. Marawis dimainkan orang-orang keturunan Arab untuk memeriahkan acara Maulid Nabi SAW. Selain itu, juga berkembang untuk meramaikan arak-arakan pengantin. ''Itu pun khusus di kalangan orang-orang keturunan Arab,'' paparnya.
Pusat kesenian marawis itu berada di Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Di kecamatan ini, terdapat sebuah daerah bernama Kampung Arab. Dari sinilah awal mula marawis berkembang pesat di wilayah DKI Jakarta. ''Di Kampung Arab itu, dari mulai kakek, cucu, anak semua main marawis,'' katanya. Diakui Hasan, sejak stasiun RCTI dan TVRI gencar menayangkan acara gambus beberapa tahun lalu, telah mendorong kesenian marawis ini berkembang lebih pesat. ''Dalam dua tahun inilah marawis berkembang pesat.''
Saat ini, hampir semua majelis taklim di Jakarta memiliki kesenian marawis. Mereka belajar seni marawis di Kampung Arab di Pasar Minggu. ''Tahun lalu saja sudah ada hampir 170 grup marawis. Sekarang mungkin lebih dari 200 grup,'' papar Hasan yang telah 15 tahun ini mengelola seni marawis. Satu grup marawis terdiri dari 10 orang. Setiap orang menabuh alat musik. Ada yang menabuh marawis, menabuh hajir, tamborin dan dumbuk. Seni marawis ini ternyata tidak selalu diisi dengan tarian. Menurut Hasan, tari-tarian dilakukan jika ada acara-acara khusus. ''Misalnya, kalau ada panggung baru,'' ucapnya.
Dalam seni marawis terdapat tiga nada yang berbeda, antara lain, zafin, sarah dan zaife. Zafin merupakan nada yang sering digunakan untuk lagu-lagu pujian kepada Nabi Muhammad SAW. Tempo nada yang satu ini lebih lambat dan tidak terlalu menghentak. Kini, zafin tak hanya digunakan untuk mengiringi lagu-lagu pujian, tapi juga digunakan untuk mendendangkan lagu-lagu Melayu. Sedangkan, nada sarah dan zaife digunakan untuk irama yang menghentak dan membangkitkan semangat. ''Dengan ditambah budaya daerah, tarian marawis menjadi lebih indah,'' tuturnya.
Mengapa hampir semua pemain marawis Betawi berasal dari kaum Adam? Menurut Hasan, sangat kasihan kalau wanita harus main marawis. ''Risikonya tangan akan kapalan, kulit ari tangan bakal mengeras,'' katanya. Diakuinya, sangat tidak umum kaum hawa bermain marawis di Betawi. Bulan Ramahdan menjadi saat panen bagi kelompok marawis. Undangan pun berdatangan. ''Sebulan ini, grup kami mendapat 200 undangan dari wilayah Jabotabek saja,'' papar Hasan. Hampir setiap mal saat ini menampilkan grup marawis untuk menyemarakkan bulan suci Ramadhan.
Sebuah grup marawis bisa dikatakan bermain cukup bagus apabila memenuhi beberapa indikator. Menurut Hasan, dalam sebuah festival atau perlombaan marawis, yang harus dilakukan sebuah grup marawis adalah menghindari sekecil mungkin kesalahan. Kesalahan itu terjadi apabila ada pukulan marawis yang terlambat atau tidak harmonis. ''Di lomba-lomba yang dihitung adalah jumlah kesalahan yang dilakukan,'' paparnya. Selain itu, pukulan alat musik harus dilakukan sekreatif mungkin. Pukulan marawis tidak boleh dilakukan secara monoton. Dari segi kostum, tak ada penilaian khusus. Kelompok marawis bisa menggunakan baju koko, gamis ataupun baju daerah.
Ternyata, marawis tidak bisa dimainkan dalam waktu yang cukup lama seperti musik dangdut. Menurut Hasan, apabila marawis dimainkan dalam sebuah hajatan selama lebih dari 30 menit, maka para penonton akan menjadi jenuh. Memang awalnya, penonton akan merasa senang menikmati marawis. ''Karena seni ini bersifat monoton, jadi marawis hanya bisa dimainkan paling lama 20 menit,'' tuturnya.
Agar penonton tidak bosan, upaya pun dilakukan. Maka ditambahlah alat musik gambus atau organ. Biasanya, grup marawis akan berkembang menjadi grup gambus. Berbagai kreasi pun ditambahkan pada musik marawis ini. Agar penonton tak bosan, Hasan mulai memasukan unta menari dalam tiap penampilan grupnya. ''Orang Cina saja punya barongsai, maka saya coba tambah pakai unta. Penonton sangat antusias melihat marawis memakai unta-untaan,'' katanya.
Saat ini, marawis memang masih menghadapi tantangan. Karena, baru bisa diterima masyarakat dari kalangan menengah ke bawah. Hal itu, sambung Hasan, akibat sumber daya manusia (SDM) pemain marawis yang memang masih rendah. Ia mencontohkan, nasyid bisa diterima hingga kalangan atas. Itu karena para pemainnya berasal dari komunitas kampus. Meski begitu, marawis tidak kehilangan penggemar. Saat ini, permintaan dan undangan untuk tampil terus mengalir deras. Para pegiat marawis pun berharap agar televisi kembali mau menayangkan marawis seperti dulu. Marawis sebagai sebuah seni Islami tentu harus terus dikembangkan, agar tak punah dimakan zaman.( jojo/gooogle.com )

Blog Archive

Cendekia Online

My photo
Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia
Adalah satu tampat sebagai wahana untuk mengembangkan kreatifitas anggota KIR khususnya pada dunia Jurnalistik dimana, blog ini dikemas secara menarik dan informatif ditujukan untuk seuruh civitas akademia SMA Muhammadiyah 3, dan dipublikasikan secara umum untuk dapat dibaca oleh masyarakat umum.